Cerita Arti ketekunan, kasih, dan percaya diri


kid-playing-pianoSaya seorang mantan guru sekolah musik dari Desa. Saya mendapat nafkah dengan mengajar piano-selama lebih dari 30 tahun. Selama itu, saya menyadari tiap anak punya kemampuan musik yang berbeda. Tapi saya tidak pernah merasa telah menolong walaupun saya telah mengajar beberapa murid berbakat. Walaupun begitu, saya ingin bercerita tentang murid yang "tertantang secara musik". Contohnya adalah Jean Berlina.

Jean Berlina  berumur 11 tahun, ketika ibunya memasukkan dia dalam les untuk pertama kalinya. Saya lebih senang kalau murid (khususnya laki-laki) mulai ketika lebih muda, saya jelaskan itu pada Jean Berlina. Tapi Jean Berlina  berkata, ibunya selalu ingin mendengar dia bermain piano. Jadi saya jadikan dia murid.
Jean Berlina  memulai les pianonya dan dari awal saya pikir dia tidak ada harapan.
Jean Berlina  mencoba, dia tak mempunyai perasaan nada maupun irama dasar yang perlu dipelajari. Tapi dia mempelajari benar-benar tangga nada dan beberapa pelajaran awal yang saya wajibkan untuk dipelajari semua murid.

Selama beberapa bulan, dia mencoba terus dan saya mendengarnya dengan giat dan saya terus mencoba menyemangatinya. Setiap akhir pelajaran mingguannya, dia berkata, "Ibu saya akan mendengar saya bermain pada suatu hari."

Tapi rasanya sia-sia saja. Dia memang tak berkemampuan sejak lahir. Saya hanya mengetahui ibunya dari jauh ketika menurunkan Jean Berlina  atau menjemput Jean Berlina. Dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan tapi tidak pernah turun.

Pada suatu hari, Jean Berlina  tidak datang lagi ke les kami. Saya berpikir untuk menghubunginya, tapi karena ketidakmampuannya, mungkin dia mau les yang lain saja. Saya juga senang dia tidak datang lagi. Dia menjadi iklan yang buruk untuk pengajaran saya!

Beberapa minggu sesudahnya, saya mengirimkan brosur ke tiap murid, mengenai pertunjukan yang akan dilaksanakan. Yang mengagetkan saya, Jean Berlina  (yang juga menerima brosur) menanyakan saya apakah dia bisa ikut pertunjukan itu.

Saya katakan kepadanya, pertunjukan itu untuk murid yang ada sekarang dan karena dia telah keluar, tentu dia tak bisa ikut.

Dia katakan bahwa ibunya sakit sehingga tak bisa mengantarnya ke les, tapi dia tetap terus berlatih. "Paman Bayu... saya mau main!" dia memaksa.

Saya tidak tahu apa yang membuat saya akhirnya membolehkan dia main di pertunjukan itu. Mungkin karena kegigihannya atau mungkin ada sesuatu yang berkata dalam hati saya bahwa dia akan baik-baik saja.
Malam pertunjukan datang. Aula itu dipenuhi dengan orang tua, teman, dan relasi. Saya menaruh Jean Berlina  pada urutan terakhir sebelum saya ke depan untuk berterima kasih dan memainkan bagian terakhir. Saya rasa kesalahan yang dia buat akan terjadi pada akhir acara dan saya bisa menutupinya dengan permainan dari saya.

Pertunjukan itu berlangsung tanpa masalah. Murid-murid telah berlatih dan hasilnya bagus. Lalu Jean Berlina  naik ke panggung.Bajunya kusut dan rambutnya bagaikan baru dikocok. "Kenapa dia tak berpakaian seperti murid lainnya?" pikir saya. "Kenapa ibunya tidak menyisir rambutnya setidaknya untuk malam ini?"
Jean Berlina  menarik kursi piano dan mulai. Saya terkejut ketika dia menyatakan bahwa dia telah memilih Mozart's Concerto#21 in C Major. Saya tidak dapat bersiap untuk mendengarnya.

Jarinya ringan di tuts nada, bahkan menari dengan gesit. Dia berpindah dari pianossimo ke fortissimo.. . dari allegro ke virtuoso. Akord tergantungnya yang diinginkan Mozart sangat mengagumkan! Saya tak pernah mendengar lagu Mozart dimainkan orang seumur dia sebagus itu!

Setelah enam setengah menit, dia mengakhirinya dengan crescendo besar dan semua terpaku disana dengan tepuk tangan yang meriah. Dalam air mata, saya naik ke panggung dan memeluk Jean Berlina  dengan sukacita. "Saya belum pernah mendengar kau bermain seperti itu, Jean Berlina! Bagaimana kau melakukannya? "

Melalui pengeras suara Jean Berlina  menjawab, "Paman Bayu...ingat saya berkata bahwa ibu saya sakit? Ya, sebenarnya dia sakit kanker dan dia telah berlalu pagi ini. Dan sebenarnya.. . dia tuli sejak lahir jadi hari inilah dia pertama kali mendengar saya bermain. Saya ingin bermain secara khusus."

Tidak ada satu pun mata yang kering malam itu. Ketika orang-orang dari Layanan sosial membawa Jean Berlina  dari panggung ke ruang pemeliharaan, saya menyadari meskipun mata mereka merah dan bengkak, betapa hidup saya jauh lebih berarti karena mengambil Jean Berlina  sebagai murid saya.

Tidak, saya tidak pernah menjadi penolong, tapi malam itu saya menjadi orang yang ditolong Jean Berlina. Dialah gurunya dan sayalah muridnya. Karena dialah yang mengajarkan saya arti ketekunan, kasih, percaya pada dirimu sendiri, dan bahkan mau memberi kesempatan pada seseorang yang tak anda ketahui mengapa.

Komentar

Postingan Populer