Tarawih Dua


Oruç ayına girdiğin zaman, o aya kavuştuğun için Hakk’a şükrederek, sevinerek, neşeli olarak gir! Çünkü Ramazanın gelişinden üzülenlere, gamlılara oruç haramdır. Onlar, oruca layık değillerdir.

Ketika kau memasuki bulan puasa, maka masukilah dengan bersyukur kepada Allah, bersenang hati dan bergembira karena kau bertemu dengan bulan ini! Karena kedatangan Ramadhan adalah haram bagi orang-orang yang bersedih dan berduka cita. Mereka tidak layak untuk berpuasa. [Maulana Rumi]


Satu dari tiga puluh hari telah berlalu, menyisakan dua puluh sembilan dari hari-hari paling berharga dibandingkan dengan hari-hari di bulan yang lain. Bagaimanakah perjalanan satu hari ini? Are you ok? Semoga puasa satu hari ini, beserta dengan ibadah-ibadah ikhlas kita yang lainnya dikabulkan oleh Allah SWT, tidak hanya menjadi sebuah rasa lapar dan dahaga saja. Amin.

Sudah shalat tarawih belum? Hmm...

Puasa di Turki (Istanbul) tahun ini berjalan sejak jam 03:26 hingga pukul 20:40 waktu shalat maghrib masuk. Di samping itu, seperti halnya Ramadhan-ramadhan pada umumnya di Anatolia, yang berada di tengah musim panas. Yakni, menjalani puasa Ramadhan di negara dua benua ini tentunya bukan sesuatu yang mudah jika dibandingkan dengan Indonesia. Maka dari itu, mari bersyukur dengan keadaan kita, apapun itu tetap berucap Alhamdulillah. Karena segala sesuatu memiliki hikmah-hikmah tersendiri. Berkaitan dengan hikmah-hikmah puasa Ramadhan, saya ingin menyampaikan beberapa yang diintisarikan dari perkataan Ustadz Badiuzzaman Said Nursi dalam Risalah Ramadhan, al-Maktubat. Beliau menguraikan sembilan buah catatan yang di dalamnya terdapat penjelasan sembilan buah hikmah dari sekian banyak hikmah bulan Ramadhan. Namun dalam Tarawih Dua ini saya hanya akan berusaha menyampaikan satu catatan pertamanya saja. Sisanya insyaAllah akan pembaca temukan di catatan-catatan Tarawih selanjutnya.

Allah SWT berfırman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, 183) Puasa bulan Ramadhan berada di antara rukun-rukun pertama dari rukun Islam yang lima dan termasuk syiar agama Islam yang paling agung. Ada begitu banyak hikmah di dalamnya, salah satunya adalah untuk menunjukkan rububiyyah Allah SWT. Kita adalah hamba Allah; Allah pun adalah Tuhan Ma’bud kita. Kita memiliki kewajiban dan hak-hak kepada-Nya. Puasa adalah salah satu dari perintah-perintahNya dan merupakan kewajiban kita. Di samping itu dengan puasa ini Allah SWT menunjukkan rububiyyahNya. Bagaimanakah?

“Allah Swt telah menciptakan permukaan bumi sebagai hidangan yang penuh dengan nikmat tak terhingga. Dia menyiapkannya dengan indah dalam bentuk yang tak pernah diperkirakan sama sekali oleh manusia. Dengan kondisi tersebut Allah menjelaskan kesempurnaan rububiyah-Nya dan rahmat serta kasih sayang-Nya. Hanya saja karena tertutup oleh hijab kelalaian dan tirai sebab, manusia tidak bisa melihat hakikat yang sangat jelas tersebut dengan sebenarnya. Nah, pada bulan Ramadhan yang penuh berkah, kaum beriman seketika menjadi seperti pasukan besar yang semuanya mengenakan selendang ubudiyah kepada Allah dan berada dalam posisi siap berbuka guna menyambut undangan ilahi, “Silahkan!” menuju jamuan-Nya yang mulia. Dengan kondisi tersebut, rahmat Tuhan yang mulia dan komprehensif itu mereka sambut dengan ubudiyah yang rapi dan agung. Apakah menurutmu mereka yang tidak ikut serta dalam ubudiyah mulia itu layak disebut sebagai manusia?”[1]

Kebanyakan kita lengah dan lalai akan hakikat ini. Harusnya sebegitu indah dan nikmat yang kita dapatkan tidak malah membuat kita lupa kepada Dzat yang telah menganugerahkannya. Salah satu fungsi utama puasa adalah mengingatkan kelalaian ini dan menunjukkan kepada kita hakikat yang sebenarnya bahwa Allah SWT memiliki rububiyyah, rahmat, dan kasih sayang yang sangat sempurna. Dengan bermacam-macam kenikmatan yang dihamparkan di atas sebuah hidangan seluas permukaan bumi, bahkan yang tak pernah diperkirakan sama sekali oleh manusia sendiri. Dalam firmanNya,

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya...” (QS. Al-Talaaq)

Ketika berpuasa, kita akan terhalang dan tidak dapat menikmati hidangan-hidangan itu. Sehingga saat itu kita akan menyadari bahwa tanpa hidangan lezat kita seperti hampa, lapar, haus, dan membutuhkan sekali semua itu. Kita menyadari bahwa kita tidak memiliki nikmat apapun tanpa pemberianNya. Ketika kita memenuhi perintah Allah dan menunaikan ibadah berpuasa, secara tidak langsung kita akan merasakan besarnya nikmat yang Allah berikan itu. Setelah seharian menahan lapar dan haus, saat waktu berbuka tiba seakan-akan Allah SWT mengundang ke jamuan hidangan lezat dengan mengucapkan, “Silahkan! Nikmatilah jamuan ini.” Jadi, Allah mengingatkan rububiyyah, rahmat serta kasih sayangNya kepada kita dengan puasa di bulan yang penuh berkah ini. Tidakkah dengan berpuasa kesyukuran kita semakin bertambah, apalagi setelah ditunjukkan hakikat ini? Apalagi ada sebuah hadits qudtsi yang berbunyi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah 'azza wajalla berfirman; 'Selain puasa, karena puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala. Sebab, ia telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.' Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika ia berbuka, dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wanginya kesturi."

Pertanyaan selanjutnya, apa saja sih yang kita lakukan ketika menahan lapar dan haus? Apa benar puasa kita sudah benar, atau hanyalah sebuah program diet saja?

A4, Istanbul, 07/06/16




[1] Badiuzzaman Said Nursi, Mektubat, hal. 448-449, 2007, Penerbit Şahdamar

Komentar

Postingan Populer