Tarawih Tiga


Tenang. Nada-nadanya merdu. Gerakan-gerakan shalat pun tidak tergesa-gesa. Serasa masiiiiih ingin terus berlama-lama dalam ibadah ini. Tarawih hari ketiga sungguh begitu terasa nikmatnya. Imam yang bersuara merdu dan khafidz kitabullah memang dambaan makmum-makmum yang mencari kedamaian di malam-malam bulan penuh berkah. Andai seluruh masjid seperti ini! Alangkah nikmatnya dunia Islam!


Maulana Rumi berkata, “Hai hati, ketika berpuasa, kau adalah tamu Allah.”

Allahu Akbar!

Menjadi tamu Allah? Bukankah ini artinya kita diundang ke dalam jamuan kenikmatan? Bukankah kita diperintahkan untuk tidak datang jika kita tidak diundang, apalagi pada sebuah jamuan yang besar seperti ini? Lalu, jika kita telah menjadi tamu Allah, bukankah artinya kita adalah para tamu undangan yang dimuliakan, yang tentunya telah diundang dan kita pun sedang duduk menikmati jamuan lezat ini? Berada dalam rumah Ramadhan yang penuh dengan hikmah-hikmah yang nikmat dan lezat.

Mari kita simak penjelasan salah satu hikmah itu dari Ustadz Bediuzzaman Said Nursi, tentang bagaimana puasa Ramadhan yang mengantarkan manusia untuk bersyukur terhadap berbagai nikmat Allah SWT.

Dalam sebuah contoh di buku Kalimat (Sözler) beliau mengatakan; Makanan yang dibawa oleh seorang pelayan dari dapur raja tentu sangat bernilai. Tentu sangat bodoh jika ada yang tidak menghargai makanan tersebut. Juga tidaklah mengenal pemberi yang sebenarnya jika malah si pelayan itu yang diberi hadiah dan balasan. Begitu pula dengan makanan dan nikmat tak terhingga yang Allah SWT hamparkan di muka bumi. Sudah pasti Dia menuntut harganya dari kita. Yaitu bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat tadi. Sementara berbagai sebab lahiriah dan para pemiliknya hanya laksana para pelayan. Nah, Kita memberikan harganya kepada para pelayan serta berhutang budi kepada mereka. Bahkan kita menunjukkan rasa hormat dan terima kasih lebih dari yang semestinya. Padahal, Pemberi nikmat hakiki Yang layak mendapat puncak syukur, dan pujian daripada sebab-sebab. Jadi, mengungkapkan syukur kepada Allah adalah dengan menyadari bahwa nikmat tersebut secara langsung bersumber dari-Nya, menghargai nilainya, serta merasa butuh kepadanya.

Karena itu, puasa di bulan Ramadhan merupakan kunci syukur yang hakiki, tulus dan agung serta bersifat menyeluruh. Sebab, sebagian besar manusia tidak mengetahui nilai nikmat yang demikian banyak lantaran tidak merasakan pedihnya lapar. Misalnya orang yang kenyang, terutama kalangan yang kaya tidak dapat mengetahui tingkat nikmat yang terdapat pada sekerat roti kering. Namun orang mukmin di saat berbuka dapat merasakannya sebagai nikmat ilahi yang sangat berharga. Indera pengecapnya menjadi saksi atas hal itu. Oleh sebab itu, mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan, mulai dari pemimpin sampai kepada kalangan yang paling miskin, memperoleh syukur maknawi dengan menyadari nilai nikmat-Nya. Sikap manusia yang menahan diri untuk tidak menyentuh makanan di siang hari membuatnya dapat mengetahui kalau ia benar-benar merupakan nikmat. Pasalnya, ia berbisik kepada dirinya, “Nikmat ini bukan milikku. Aku tidak bebas mengonsumsinya. Jadi ia milik pihak lain. Nikmat tersebut adalah bentuk karunia dan kemurahan-Nya atas kita. Sekarang aku sedang menantikan perintah-Nya.” Dengan cara semacam ini berarti manusia menunaikan syukur maknawi. Dengan demikian puasa berposisi sebagai kunci pembuka bagi syukur yang merupakan tugas hakiki manusia dari berbagai sisi.[1]

Selain itu, apa antum merasakan kenikmatan lain di bulan puasa penuh berkah ini? Dalam sebah hadis dari Abu Hurairah berkata, Ketika datang bulan Ramadhan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, di dalamnya Allah mewajibkan kalian berpuasa, di dalamnya pintu-pintu surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan Ramadhan ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, dan barangsiapa tidak mendapati malam itu maka ia telah kehilangan pahala seribu bulan." (HR. Ahmad) Misalnya saja, kenikmatan pada saat-saat melakukan tadarus atau membaca Al-Qur’an? Satu hari membaca berapa halaman nih? Mudahan akhir Ramadhan ini bisa mengkhatamkan Al-Qur’an, ya minimal satu kali insyaAllah. Yuk!

(A4, Istanbul, 08/06/16/)




[1] Bediuzzaman Said Nursi, Mektubat, hal. 449, Penerbit Şahdamar

Komentar

Postingan Populer