Seperti Gelas Kosong




Perjalanan menjadi seorang penuntut ilmu sangatlah fantastis, hari demi hari selalu ada hal baru yang bisa dipelajari dari buku alam yang begitu besar, dari buku manusia yang begitu rumit, dan dari buku Al-Qur’an yang indah. Tiga buku besar ini adalah ladang ilmu yang tetesannya tidak akan pernah tertahan, selalu membasahi tenggorokan kering pecinta ilmu, tiupan anginnya tidak pernah berhenti berhembus, selalu menyegarkan tubuh yang bersimbah peluh pembanting tulang di lahan ilmu, dan seterusnya.

Satu nasehat K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi yang masih terngiang di telinga kami para santri, “Jadilah gelas kosong, yang selalu berharap air mengisi, namun tetap tidak pernah penuh.” Tentunya kata-kata ini sudah bukan asli perkataan beliau yang sama persis. Redaksi meski berbeda, namun makna masih sama.



Saya ingat sekali bagaimana beliau memberikan perumpamaan gelas kosong itu. Di sebuah seminar kepondokmodernan beliau berada di hadapan seluruh santri yang beribu-ribu. Menjelaskan satu demi satu perihal pondok yang memang harus semua santri tahu, bukan hanya satu jam, tapi lebih dari dua jam, berbicara penuh semangat tanpa henti. Semua santripun menyimak dengan sepi, kadang tertawa sebab humor yang dibuat beliau, kadang para santri meneriakkan takbir setelah beliau. Kelas perkelas.

Anak kelas satu, “Allahu Akbar!”

Anak kelas dua, “Allahu Akbar!!”

Anak kelas tiga, “Allahu Akbar!!!”

Kelas empat, “Allahu Akbar!!!!”

Pengurus kelas lima, “Allahu Akbar!!!!!”

Kakak-kakak kelas enam, “Allahu Akbar!!!!!!”

Pondok saat itu menjadi gempar membahana. Begitulah gambaran semangat beliau saat berceramah. Menghidupkan jiwa-jiwa yang redup, menjadi jiwa-jiwa yang penuh semangat. Beliau tidak pernah lupa meneriakkan dengan lantang kata-kata mutiara pondok yang kami sebut sebagai filsafat Gontor;

Man jadda wa jada!

Mas sobaro dhofiro!

Dan seterusnya...

Di depan beliau ada sebuah meja, di atas meja itu ada sebotol air mineral, di sampingnya lagi ada sebuah gelas berisi air. Lalu beliau meminum air itu hingga habis. Kami hanya menikmati pemandangan ini.

“Perhatikan saya!” kata beliau tegas.

Kemudian tutup botol di samping gelas itu beliau buka. Beliau tuangkan ke gelas kosong tersebut. Air sudah memenuhi gelas, namun beliau tidak berhenti mengisi, hingga semua air itu tertuang, air lebihan pun membasahi meja di depan beliau.

“Anak-anakku, jangan pernah merasa penuh. Kalau merasa penuh, kalian hanya membuat air itu tertumpah saja.”

“Faham?” tanya beliau ke seluruh santri.

“Fahaaaaamm..” serentak seluruh santri menjawab.

Gelas kosong adalah perumpamaan seorang penuntut ilmu yang haus akan keilmuan. Tidak pernah merasa puas, selalu ingin diisi dan diisi...

Merasa penuh adalah sombong, yang hanya membuat ilmu itu tidak masuk ke hati, mungkin masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri.

Namun ada yang perlu kita perhatikan. Gelas kosong bisa diisi dengan air apa saja. ketika diisi dengan air jernih, maka gelas itu masih terlihat jernih. Saat diisi dengan air susu, gelas itu penuh dengan susu. Waktu diisi dengan air kopi, gelas itu terisi dengan kopi. Artinya, apa saja bisa masuk mengisi gelas kita. Hikmahnya, hati-hati ketika mengisi, carilah air yang bersih, bukan air yang kotor.

İya, itulah perumpamaan gelas kosong yang KH. Abdullah Syukri Zarkasyi berikan kepada kami. Di lain hal, meski kesehatan beliau sekarang masih belum begitu pulih, beliau tidak ingin berdiam saja di rumah menunggu kesembuhan total, baru beraksi. Meski di atas kursi roda, meski hanya berduduk saja, meski dengan kata-kata yang tidak sempurna, meski dengan keadaan beliau yang seperti ini, beliau tetap saja, “Saya ingin melihat anak-anak,”ungkap beliau dengan redaksi dari saya.

-o0o-



“Ustadh, meski santri antum ini telah tidak bersama antum di pondok lagi, tapi tetap kami masih seperti santri yang lain. Kami tidak melihat langsung bagaimana antum begitu bersemangat di berbagai hal apapun, namun kabar itu tetap saja sampai di telinga kami. Kami di Turki, masih merasakan semangat antum itu, membiarkan semangat itu masuk ke dalam kalbu, menyirami hati yang sedang ingin disemangati.”

Salam sayang dari kami, sahabat IKPM di Turki. Semoga kesehatan antum pulih sebagaimana mestinya. Kembali bisa memberikan semangat-semangat luar biasa. Seperti dulu lagi...” Amin ya Rabbal Alamin.

Kahramanmaras Turki, 25 Feb 2014


Komentar

Postingan Populer