Setangkai “Jarak” (Bag. 3)



Udara yang berhembus di pegunungan kota Kahramanmaraş tidak sekeras biasanya. Musim dingin penuh dengan kegigilan. Setiap hati harus berbaju yang berlapis-lapisan. Namun tidak hari ini. Udara seakan telah kembali normal lagi, sama seperti di musim semi. Tidak terlalu dingin, tidak terlalu panas.

Sore hari ini pada pukul 17.00 kurang lebih aku memustuskan untuk keluar rumah. Dari tadi pagi aku hanya berdiam di rumah dengan setumpuk pekerjaan menerjemahkan. Menjadi penerjemah buku tidak jauh berbeda dengan pekerjaan penulis, sepanjang hari jari-jari bergerak melebihi pergerakan kaki, lebih banyak berduduk ketimbang berdiri. İndah tetapi, karena aku mengerjakannya dengan senang hati.



Aku masih memakai jaket tebal ketika keluar. Aku takut kalau tiba-tiba udara menjadi dingin, karena hari sudah mendekati gelap. Gelap berteman dengan dingin.

Lampu di jalanan dan toko-toko ternyata sudah berpijar. Mataku berkeliling sambil berjalan. Toko-toko hari ini tidak seperti biasanya. Ada banyak warna merah, ada banyak penjual bunga, ada banyak pasangan kekasih yang berjalan bergandengan tangan dengan tawa bahagia...

What day today?

İya aku ingat, hari ini bertanggal 14 Februari. İtu tandanya, orang-orang sedang merayakan hari kasih sayang itu...

Hari Valentine...

Seumur-umur aku tidak pernah merayakannya. Selama aku dan kekasihku masih bersama dulu juga tidak pernah. Aku tidak ingat pernah menghadiahkan kado ataupun bunga.
-o0o-

Aku teringat dengan seseorang yang dulu kuanggap sebagai kekasihku. Aku sekarang juga masih menganggapnya kekasih kok, tapi berbeda. Dahulu, aku sering mengucapkan “Aku sayang kamu” atau “I love you” kepadanya, hampir setiap hari. Kini, aku tak pernah lagi mengucapkannya, sejak keputusan kami tuk “berpuasa” akhir tahun lalu.

Tak terasa sudah hampir dua bulan aku berpuasa, tanpa komunikasi dengan dia.

Sedih? Tentu tidak...

Justru aku bahagia menjalaninya. Aku semakin mantap mempersiapkan diriku dan aku pun yakin dia juga sama.

İya, aku melihat wajah-wajah bahagia hari ini. Pasangan kekasih yang berpapasan denganku di jalanan tadi terlihat seperti itu. Apalagi sang wanita yang memegang bunga pemberian dari kekasih prianya. Aku hanya tersenyum.

Jujur aku juga tertarik dengan hal itu. Membahagiakan pasangan dengan hadiah-hadiah indah seperti bunga, kado berbentuk hati dan seterusnya. Jadi, senyumanku tadi tanda aku sedang berfikir, “Suatu saat nanti, aku akan memberinya hadiah serupa. Tapi setelah pernikahan tentunya,” gumamku.

Entah, pasangan-pasangan itu apakah sudah menikah atau tidak? Yang jelas, sepasang kekasih yang telah menikah tidak akan senorak mereka di tempat umum.

Sedih juga hati ini, jika berpikir mereka adalah pasangan pemuda pemudi yang belum menikah resmi, secara agama ataupun KUA. Apalah arti menyatakan kasih sayang, jika hanya berbuah dosa dan dosa. Kasih sayang bukan berarti dosa, menyatakannya juga bukan berarti dosa pula. Namun, yang mereka lakukan ketika itu, setelah itu...

Bergandengan tangan di sepanjang jalan...

Memberikan ciuman...

Dan hal-hal yang lebih dalam lagi, padahal mereka bukan sepasang yang halal. Benar, mereka sudah terbiasa melihat dan meniru film-film asing...

Film asing mana yang tidak menghalalkan berpelukan, berciuman, dan seterusnya? Bahkan sangat disayangkan, film lokal kita juga serupa...

Aku bergegas kembali ke rumah. Aku tak kuat dengan semua pemandangan ini. Aku lebih baik menyudahi dengan kembali duduk rapi di kediaman yang tidak jauh dari sini.

Sesampainya, aku memutuskan untuk menulis catatan kecil. İya, catatan ini kucatat untuk dia disana. Meski bukan sekarang dia membacanya, dan untuk nanti saja dia membacanya.

Setangkai Jarak...
Bukan tangkai bunga seperti mereka
Yang kupersembahkan kini pada sang tercinta

Tapi jarak...
İya, setangkai jarak yang tidak panjang
Tuk mengungkapkan kasih sayang
  
Setangkai Jarak...
Lebih mahal dari bunga mawar
Karena ini butuh sabar

Aku tahu jarak ini tidaklah mudah. Tapi perlu diingat, jarak ini bukan untuk MENGHUKUM aku atau dia, melainkan untuk MENJAGA aku dan dia. Karena yang terpenting dari ujung sebuah cerita, tidak ada yang lain selain ridho-Nya.

Petikan dari sebuah  Novel yang belum dimulai dan belum tahu kapan selesai, “Uskudar, Bukan Sekedar Cinta” Oleh  AAAA.
Kahramanmaraş Turki, 14 Februari 2014

Komentar

Postingan Populer