“Ibu Cantik………”
“ibu… ayo kita kemasjid” ajak Nadia sembari menenteng tas yang berisi mukena dan selembar sajadah ditangan kanannya.
“Nadia duluan saja.. ibu capek” jawab Rahmi dengan ogah-ogahan.
Rahmi adalah single parent yang hidup hanya berdua dengan Nadia, ya.. tanpa seorang ayah, Rahmi bekerja disebuah klub malam sebagai seorang biduwanita, tapi dia selalu menutup-nutupi pekerjaanya itu dari Nadia, Nadia pun sebenarnya tidak ia inginkan, Nadia terlahir dari sebuah ‘kecelakaan’ yang terjadi saat ia masih menjadi seorang kupu-kupu malam.
Tanpa ia sangka, Nadia tumbuh menjadi seorang anak yang taat dan patuh, dia juga cukup saleha untuk ukuran anak seumurannya,dan sangat mencintai ibunya, karena ibunyalah satu-satunya orang yang dia punya, bahkan saat ini dia sedang mengumpulkan uang yang niatnya ingin dia belikan kado ulang tahun untuk ibunya yang akan jatuh dipertengahan ramadhan.
malam itu adalah malam pertama dibulan ramadhan, Nadia ingin sekali pergi kemasjid dan shalat tarawih bersama ibunya, tapi kecewa yang ia peroleh, Rahmi menolaknya, Nadia pun berlalu dengan rasa kecewa.
“ibu… sahur nanti bangunkan Nadia” ujarnya kepada Rahmi, Rahmi hanya diam membatu tanpa respon. Diapun pergi meninggalkan anaknya kekamar dan tidur.
Esoknya, jagankan mau membangunkan Nadia, Rahmipun kesiangan, seolah tak terjadi apa-apa dia menyalakan kompor dan memasak satu sachet mie instan. Nadia terbangun dan segera berlari menuju dapur, dia menyangka waktu sahur sudah tiba.
Tapi apa daya, saat dia melihat kesekeliling matahari telah bersinar dengan terangnya, Nadia kecewa dan berjalan gontai menuju ibunya.
“ibu.. kenapa ibu tidak membangunkan Nadia..? apa ibu lupa sekarang adalah hari pertama puasa..?” tanyanya kepada Rahmi.
“oh.. maaf sayang.. iya ibu lupa” jawabnya tersipu, Rahmipun membuang semangkok mie yang baru saja matang itu, Nadia tersenyum riang, tapi tak lama Rahmi meraih tas tangannya lalu meninggalkan Nadia.
“ibu.. ibu mau kemana..?” Tanya Nadia kepada ibunya
“ibu ada urusan sayang” jawab Rahmi
“nanti buatkan Nadia hidangan berbuka ya bu” pintanya. Lagi-lagi Rahmi berlalu tanpa jawaban.
Magribnya..
Rahmi membawakan sebungkus nasi lengkap dengan lauk dan sayurnya, Nadia heran karena Cuma dia yang memakannya, dia kira Rahmi puasa, padahal tidak.
“ibu… gak baik menunda berbuka puasa” ujarnya
“udah sayang.. tadi ibu udah berbuka sama teman-teman ibu” jawabnya berbohong. Nadia akhirnya melanjutkan berbuka dengan lahapnya.
“ibu… ayah kok belum pulang-pulang..? Nadia kepengen shalat berjamaah sama ibu dan ayah” Tanya Nadia dengan polosnya. Seperti Guntur yang menggelegar, Rahmi terhenyak dengan pertanyaan yang Nadia lontarkan, dia bingung harus jawab apa.
“uh.. eem.. ayah mu masih berlayar nak..” jawabnya asal.
“kok lama banget sih bu… bahkan saking lamanya Nadia ga pernah ngerasain digendong ayah… apa ayah ga sayang Nadia..?” teriris-iris hatinya saat mendengar dan melihat Nadia meneteskan air mata.
“ibu kenapa ga jawab…?” lanjutnya lagi. Rahmipun berlalu tanpa menghiraukannya.
Pertengahan bulan Ramadhan, ketika Nadia pulang dari buka bersama dirumah temannya, tanpa sengaja dia bertemu dengan ibunya bersama 2 perempuan lain dijalan, dengan dandanan menor, pakaian ‘dinas’ dan sebatang rokok yang menyala, Nadia dan Rahmi membatu saat bertemu pandang, terlihat tetesan-tetesan bening membasahi pipi Nadia, Nadia berlari sekencang-kencangnya.
“Nadiaaa…. Nadiaaaaaa….!” Teriak Rahmi tapi tak Nadia hiraukan.
Esoknya..
Rahmi tak menemukan Nadia dikamarnya atau dimanapun.. dia agak sedikit bingung celingak-celinguk kesana kemari sampai pandangan berhenti disebuah box kecil yang ada ditepi meja.
Dengan langkah gontai dan perasaan bingung, dia berjalan menuju box yang berwarna putih itu diatasnya ada tertulis “untuk ibu”, Nadia… pikirnya, tak sabar Rahmi segera membuka box itu dan mendapati satu setel busana muslimah berwarna putih lengkap dengan jilbab segiempat warna putih dengan bordiran corak kupu-kupu dikeempat tepi sisinya, dibawahnya ada selembar kartu berwarna pink, tak sabar Rahmi segera membuka kartu itu.
“selamat ulang tahun ibu” tertulis dimuka kartunya. Oh yaa.. aku ulang tahun sekarang, pikir Rahmi. Kemudian dia lanjutkan membaca kartu itu.
“ibu… terimakasih ibu telah menyayangi Nadia, tapi bu.. sesungguhnya Nadia kesepian, Nadia tidak punya teman dirumah, hanya sedikit teman-teman yang mau bermain dengan Nadia, mereka bilang ibu kupu-kupu malam, Nadia tidak tahu apa maksud mereka, tapi Nadia suka kupu-kupu, mereka indah.. dan berwarna,”
“bu… Nadia ingin sekali berjumpa dengan ayah.. dan shalat berjama’ah bersamanya, Nadia tahu,.. Nadia ngerti kok kalau ayah dan ibu sibuk, tapi Nadia mohon.. tolong beritahu ayah.. untuk pulang lebaran nanti.. supaya kita bisa makan dan kumpul bersama”
“ibu.. maafkan Nadia… yang membuang alat-alat rias ibu itu Nadia, soalnya Nadi gak mau lihat ibu dandan kayak badut, Nadia lebih suka ibu yang gak pake perias wajah, Nadia juga belikan ibu baju dan jilbab.. semuanya dari uang yang Nadia kumpulkan.. Nadia kasihan sama ibu.. soalnya baju-baju ibu sudah kekecilan dan sobek disana-sini.. Nadia yakin Ibu pasti akan lebih cantik jika memakai baju dan jilbab yang Nadia belikan. I love you ibu.”
Air mata Rahmi sontak saja berlinang.. Hidayah itu datang dari seseorang yang sebenarnya tak ia kehendaki kehadirannya, Rahmi memeluk erat baju dan jilbab yang Nadia berikan, dengan buru-buru, Rahmi mencoba pakaian dan jilbab yang Nadia berikan.
“Rahmi…. Rahmi….” Seseorang menggedor-gedor pintu, masih dalam balutan muslimah Rahmi membukakan pintu
“ada pa..?” tanyanya.
“Nadia… kecelakaan… dia kurang hati-hati sewaktu menyebrang jalan” ujar seseorang disana.
Bak tersambar petir.. hatinya begitu sakit dan hancur.. pintu hidayahnya kini sedang teluka sementara dia tak berada disampingnya, tanpa memperdulikan apapun.. dia segera pergi menuju rumah sakit tempat Nadia dirawat, air matanya tak berhenti mengalir selama diperjalanan.
“Nadia… Nadia… ini ibu nak..” panggilnya saat ia mendapati Nadia sedang terbaring disebuah kamar dengan berlumur darah. Rahmi menggoncagkan tubuh Nadia dengan amat kuatnya. Bahagia hatinya, saat ia melihat segaris senyum dibibir Nadia.
“ibu cantik” ujarnya sendu kemudian nafasnya terhenti. Denyut jantungnya menghilang.. Nadia pergi..
“Nadia…. Nadia… Ini ibu nak.. bangun sayang…” Rahmi menggoyangkan tubuh Nadia.
“Nadia…. Lihat ibu… ibu sudah pakai jilbab… dan ibu janji ibu akan pakai ini selalu… kembalilah nakk… kembalilah pada ibu..” Rahmi teriak histeris..
Nadia pergi justru saat ia mulai menyayanginya.. Nadia pergi justru saat ia membuka pintu hatinya. Beberapa suster datang karena mendengar kebisingan itu, dengan sigap.. mereka mengecek nafas dan denyut nadinya, da dengan eksperi menyesal. Mereka menggelengkan kepala.
Rahmi semakin histeris, beberapa suster yang mencoba menenangkannya ia lawan..”itu anakku…. Buah hatiku..” pekiknya, Rahmi berlari… memeluk Nadia, untuk yang pertama dan yang terakhir..
Komentar
Posting Komentar