Prinsip dan Dasar Khidmah: Gerakan Dengan Orbit Keikhlasan (1)
1. Ikhlas dan Ketulusan
Di mata Allah, amal perbuatan bergantung sepenuhnya pada keikhlasan. Sebagaimana dikatakan Ust. Badiuzzaman Said Nursi, sebuah perbuatan ikhlas yang kecil lebih utama dari pada amal yang tidak ikhlas sebesar apapun. Manusia dalam segala halnya harus senantiasa ikhlas, ketika dia duduk, berdiri, berpikir, berbicara dan bahkan dalam hal mencintai. Bahkan satu cinta tulus sebesar zarrah lebih utama daripada muhabbah besar yang harus berbalas/berbayar. Oleh karena itu, jika keridhaan Allah telah dijadikan dasar atas suatu hal perbuatan, maka inilah yang akan memberinya kekuatan. Karena orang itu menyandarkan dirinya kepada Allah melalui jalan keikhlasan. Seseorang yang bersandar sepenuhnya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan mencapai level yang tak terkalahkan. Oleh karena itu, amal dan keikhlasan tidaklah mungkin terpisah satu sama lain.
Ikhlas dan amal adalah dua hakikat yang saling melengkapi, ibarat jiwa dan raga. Karena tidak ada keikhlasan tanpa amal, maka tidak mungkin seseorang tanpa amal bisa mengaku ikhlas. Karena keikhlasan itu ibarat jiwa di dalam jasad. Sebaliknya jika seseorang berbuat sesuatu dan tidak ikhlas dalam perbuatannya, maka perbuatannya seperti jasad yang tak bernyawa. Dalam hal ini, sekalipun suatu perbuatan tanpa keikhlasan dapat melewati seluruh pintu-pintu maknawi, namun ketika sampai pada pintu ridha, ia akan tertahan di sana dan tidak dapat melangkah lebih jauh. Saking pentingnya hal ini, amal orang seperti itu akan dilemparkan ke wajahnya seperti halnya selembar kain.
Amal dan ikhlas begitu sangat ditekankan. Karena tidak boleh ada seorang pun yang menyerah pada amalnya hanya karena ia tidak berhasil dalam melakukan amal yang ikhlas. Hendaknya seorang manusia memaksakan dirinya untuk berusaha ikhlas di samping amal perbuatannya. Kalau tidak, dia pun akan tertipu oleh setan.
Hendaknya seseorang tidak perlu memikirkan apakah amalnya diterima atau tidak, hendaknya
ia tidak usah merisaukannya. Dia cukup berkata, “Aku hanya berusaha melakukan bagianku,
aku datang ke hadirat pintu Tuhanku dengan membawa sebuah hadiah yang sangat kecil di
tanganku. Apakah Dia akan menerimanya atau tidak, itu terserah pada-Nya, tapi
aku berharap Dia akan menerimanya.”
Hendaknya manusia melaksanakan ibadah karena perintah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Dan akhirnya ia harus mengatakan 'ridha Ilahi'. Karena setelah Allah Ta'ala ridha dan rela maka apapun yang terjadi bukanlah masalah. Segala amal perbuatan yang dilakukan tanpa keridhaan Allah tidak akan bermakna dan berharga sedikit pun. Ya, ketika ada ridha Ilahi dalam amal perbuatan maka segala sesuatunya telah sempurna.
Menjadikan ridha Allah Ta'ala sebagai dasar dan sebagaimana ungkapan Ust. Badiuzzaman Said Nursi, usaha untuk melihat-Nya, mendengar-Nya, memperhatikan-Nya, berbicara tentang-Nya, mencoba memahami-Nya, mencoba mengenal-Nya adalah hal yang sangat sangat penting. Sebaliknya, memahami, mengetahui, melihat dan mendengarkan selain itu tidak ada guna dan manfaatnya. Dalam pemahaman ini, mendorong diri sendiri dan bertindak ke arah memperoleh ridha Ilahi adalah persoalan penting yang harus diprioritaskan.
Tentunya ada pahala dan balasan yang mutlak atas amal perbuatan, akan tetapi ini sifatnya ukhrawi. Imbalan duniawi adalah hal kedua. Jika ada sesuatu yang dianugerahkan tanpa adanya permintaan maka itu harus disambut dengan kesyukuran, “Allahlah yang telah menganugerahinya.” Kadang-kadang, bahkan seseorang yang telah lebih memperdalam hati nuraninya, dia menjadi takut dan bertanya-tanya, "Apakah Tuhanku memberiku kenikmatan dunia disini, yang sesungguhnya aku mengharap akan menerimanya di akhirat kelak, dan menghalangiku mendapatkannya disana?" Orang-orang yang mengabdikan diri dengan pemikiran ini tidak akan menderita kerugian sedikit pun, meskipun terkadang ada pertimbangan lain muncul di benak mereka dari waktu ke waktu.
______
Tulisan merupakan catatan dari penjelasan Hojaefendi berkaitan tentang "Khidmah dan Dasar-dasarnya."
Bandung, 18 September 2024
Komentar
Posting Komentar