Said Nursi Ulama dan Pemikir Agung dari Turki
“Bediuzzaman” atau “keajaiban Zaman”. Gelar itu ditabalkan sejarah kepada Said Nursi ulama terkemuka dari Turki. Ia juga dikenal sebagai salah seorang pemikir islam yang cemerlang di zaman modern. Secara konsisten, Said Nursi memperjuangkan gagasannya menjadikan Islam sebagai agama yang dinamis di dunia modern.
Said Nursi juga dikenal sebagai seorang teolog bervisi kokoh yang berupaya menyatukan dunia Islam yang telah retak. Selama hidupnya, Said Nursi telah melahirkan sejumlah karya penting, salah satunya adalah Risale-I Nur atau Risalah Nur,sebuah tafsir alqur’an setebal lebih dari enam ribu halaman.
Bagi rakyat Turki, ia tak hanya sekedar ulama dan pemikir agung. Said Nursi juga merupakan pahlawan bagi umat Islam di Negara yang dulunya sempat menjadi adidaya dunia lewat kekhalifahan Turki Usmani. Selain sempat memimpin pasukan untuk melawan invasi Rusia, secara gencar Saud Nursi juga melakukan perlawanan atas system sekuler yang dibangun Mustafa Kemal Ataturk.
Sang ulama dan pemikir agung ini terlahir pada era kemunduran dinasti Turki Usmani. Ia lahir diseda Nurs, Provinsi Bitlis Anatolia Timur pada 1877. Ia adalah anak keempat dari tujuh bersaudara. Ayahnnya bernama Mirza dan ibunya bernama Nuriye atau Nura. Keluarga itu itnggal bersama warga Kurdistan.
Sukran Vahide, penulis buku Biografi Bediuzzaman Sadi Nursi, dalam catatan akhirnya, menyebutkan bahwa sang ulama ini adalah seorang Sayyid, yakni keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Konon, ibunya adalah seorang Husaini dan ayahnya Hasani. Namun, ia tidak pernah menyombongkan nasab keluarganya.
Sukran Vahide membagi kehidupan Said Nursi menjadi tiga periode. Periode pertama adalah Said Qadim (Said Lama). Periode ini dimulai dari kelahirannya sampai tahun 1920 ketika terjadi trnsformasi spiritual dalam diri Said Nursi. Nursi sendiri menamainya dengan Said Qadim.
Periode kedua kehidupannya disebut Said Jadid (Said Baru). Periode itu berlangsung sejak 1920 sampai dengan 1950. Ketiga adalah Third Said (1950-1960). Sejak kecil, Said Nursi telah menunjukkan kepandaiannya. Ian merupakan seorang anak yang cerdas dan kritis. Ia mulai mempelajari ilmu agama dan ilmu lainnya pada usia Sembilan tahun.
Ia pertama kali belajar pada madrasah yang dipimpin Muhammad Afandi di Desa Thag pada 1886. Ia juga menimba ilmu dari para ulama terkenal di daerahnya. Pada 1891, ia bersama seorang temannya berangkat menuju madrasah di Bayezid, satu daerah di Turki Timur. Di tempat itulah, Said Nursi mempelajari ilmu-ilmu agama dasar karena sebelum itu ia hanya belajar Nahwu dan Sharaf.
Dalam belajar, Said Nursi menunjukkan kesungguh-sungguhannya. Dalam waktu tiga bulan, Sadi Nursi telah membaca seluruh buku. Ia menguasai sekitar 80 kitab, di antaranya Jam’u al-jawami, Syarh al-Mawakif, dan Tuhfah.
Pada 1894, Said Nursi berangkat berangkat manuju kotaVan atas undangan wali kotanya yang bernama Hasan Pasya. Dalam waktu relative singkat, ia mampu menguasai. Matematika, ilmu falak, kimia, fisika, geologi, filsafat, sejarah, geografi, dan lain-lain.
Berkat kecerdasan dan kemampuannya menguasai beragam ilmu pengetahuan itukah, sang pemikir ini dijuluki Bediuzzaman. Said Nursi tidak puas dengan system pendidikan yang ada di Turki Usmani. Pada 1907 ia berangkat ke Istanbul untuk menyanmpaikan usulan kepada pemerintah agar mendirikan Universitas Zahra yang memadukan sains dan iptek dengan agama. Sayangnya, impian itu tak tercapai karena keburu pecahnya Perang Dunia I dan kondisi Turki Usmani yang tidak stabil.
Ketika konstitusi kedua diundangkan dalam system pemerintahan Turki Usmani pada 23 juli 1908, Said Nursi mendukung pemerintahan konstitusional. Perhatiannya lebih difokuskan kepada kegiatan orasi dan menulis makalah-makalah sebagai media untuk menjelaskan makna kebebasan dalam Islam dan pengaruh Islam dalam kehidupan politik.
Pada 1911, Said Nursi berangkat ke Damaskus untuk menyampaikan khotbah di Masjid Umayyah tentang kondisi umat muslim dan cara mengatasi masalah-masalahnya. Khotbah itu, beberapa tahun kemudian, diterbitkan dalam sebuah risalah berjudul Hutbe-I Samiye.
Cinta tanah air
Sejatinya, ia adalah seorang yang cinta damai, namun ia sangat cinta tanah air. Ketika Perang Dunia I meletus dan Turki Usmani pun terlibat, ia pun dengan sigap memanggul senjata dan bergegas ke medan perang. Said Nursi bersama para muridnya dengan segala daya yang dimiliki turut serta menghadapi tentara Rusia.
Selama terlibat dalam pertempuran itu, ia tetap mencurahkan waktunya untuk ilmu pengetahuan. Saat perang saja, ia berhasil menyusun tafsirnya yang sangat berharga berjudul Isyarat al-I’jaz Fi Mazhan al-Ijaz dalam bahsa Arab. Penyusunan tafsir ini dikerjakan dengan cara didektikan kepada seorang muridnya yang bernama Habib. Ketiak pasukan tentara Rusia memasuki kota Bitlis, bersama para muridnya berjuang untuk mempertahankannya.
Ia tertangkap oleh pasukan tentara Rusia dan dibawa ke salahs satu marka tawanan militer di Qosturma yang terletak di timur Rusia. Saar berada di pengasingan sebagai tawanan perang selama dua tahun, Said Nursi berhasil melarikan diri seteklah meletusnya revolusi Bolsyevik.
Setelah pulang ke Istanbul, Nursi diangkat menjadi anggota Darul Hikmah Al-Islamiyah. Pengangkatan itu dilakukan sebagai penghargaan kepada Said Nursi. Darul Hikmah beranggotakan para ulama terkemuka.
Ia pun menga;ami transformasi spiritual yang menyebabkan beruabh dari Said Qadim ke Said Jadid, Ketika Inggris berhasil menduduli Istanbul pada 16 maret 1920. Ia menyelesaikan buku karangannya yang berjudul al-khutuwat as-sittah (enam langkah) yang mengritik serangan Inggris.
Atas jasanya terhadap Turki dan Perang Dunia I, ia berulang kali diundang ke Angkara oleh Mustafa Kemal Ataturk. Ia lalu berangkat memenuhi undangan itu pada 1922. Said Nursi tak betah tinggal di Angkara karena kebanyakan anggota dewan tidak aktif shalat, suatu hal yang membuat sedih.
Ia pun berpidato di Majelis Nasional pada 19 januari 1923. Ia berseru agar anggota dewan menjalankan kewajiban Islam. Said Nursi diasingkan pemerintah ke Burdur, Turki barat, setelah terjadinya pemberontakan di Turki Timur di bawah pimpinan seorang tarekat Naqsyabandiah pada 1925.
Padahal, Said Nursi tidak terlibat sama sekali dengan pemberontakan itu. Sejak iu , ia hidup di penjara atau pengasingan selama 24 tahun. Selama periode ini, dia mengarang kitab yang paling monumental, yakni Risalah Nur.
Setelah bebas dari penjara Eskisehir, Nursi dikirim ke tempat pengasinga kedua, yaitu Kastamoru pada 1936 selama tujuh tahun. Selama tinggal di Kastamoru, ia melanjutkan penulisan Risalah Nur. Pada periode ini, Nursi selalu berkoresponden dengan muridnya secara rahasia. Surat-suratnya disalin dan disebarkan ke berbagai kampong, desa, dan kota-kota sekitar Kasramoru.
Aktifitas menyalin pun tumbuh dan berkembang. Di antara para murid yang aktif menyalin ini ada yang berhasil menyalin lebih dari seribu surat. Langkah tersebut kemudian akkhirnya membuahkan enam ratus ribu eksemplar manuskrip Risalah Nur.
Pada tahun 1943, Nursi dikirim ke Denizli untuk dipenjarakan dengan tuduhan-tuduhan yang tidak masuk akal. Ia dipenjara karena menulis Risalah Nur. Pengadilan membentuk tim ahli untuk meneliti Risalah Nur. Hasilnya, mereka tidak menemukan unsur yang mengharuskan Nursi didakwa dengan tuduhan-tuduhan yang selama ini dialamatkan kepadanya.
Pada 15 juni 1944, ia dikeluarkan dari penjara Denzili. Namun, Nursi harus menempati sebuah rumah di Kecamatan Emirdag di Afyon. Ia tinggal di Emirdag sampai 1948. Selama empat tahun, ia dikunjungi masyarakat dan muridnya. Ia berusaha menyebarkan Risalah Nur keseluruh plosokk Turki melalui para pembacanya.
Pada 23 januari 1948, polisi menggerebek dan menggeledah rumah Nursi. Ia bersama muridnya ditangkap dan dijebloskan ke dalam sel rutan Kota Afyon dengan alasan yang dibuat-buat dan penuh rekayasa. Selama masa pengasingan dan penjara (1926-1950), Halaqah, Penganjiannya, tumbuh dan berkembang. Murid-muridnya pun aktif mempelajari Risalah Nur dan menyalin serta menyebarluaskannya ke seluruh penjuru Turki melalui para pembacanya.
Ia telah berupaya untuk menamatkan iman kalangan masyarakat Turki. Setelah 1950, Said Nursi memasuki periode Third Said. Ia sempat terkait dengan kemenangan partai Demokrat pada 1950. Tetap keterlibatan Nursi dalam bentuk dukungan dan bimbingan kepada partai Demokrat digambarkannya sebagai ahwan as-syarr (yang paling sedikit keburukannya di antara yang buruk).
Said Nursi mendukung partai Demokrat agar menghalangi partai Rakyat Republik untuk tidak memerintah kembali. Pada periode ini, Said Nursi tinggal bersama murid-murid dekatnya untuk membimbing mereka dan mengajar mereka metode dakwah Risalah Nur.
Setelah mengabdikan hidupnya untuk tetap menjaga agama Islam, Said Nursi meninggal dunia pada 1960. Akan tetapi, pemikiran dan ajarannya tetap berkembang dan diterima di seluruh penjuru dunia hingga sekarang.
Komentar
Posting Komentar