Prinsip dan Dasar Khidmah: Selalu Berada Dalam Bimbingan al-Qur'an dan Sunnah (2)
Mengetahui Sumber-Sumber Dasar Dengan Baik
Ketika seorang Muslim dihadapkan pada suatu permasalahan, tentu tidak baik jika ia bertindak atau menentukan keputusan sendiri sebelum mempelajari Al-Qur'an, Sunnah, ijma', qiyas, dan apa yang telah dikatakan dan tidak dikatakan para fukaha mengenai masalah tersebut. Bukan hanya tidak benar, sikap tidak bertanggung jawab seperti itu juga akan menimbulkan bahaya serius bagi agama dan keyakinannya. Oleh karena itu, untuk berbicara mengenai suatu permasalahan yang sedang dicari solusinya, perlu diketahui dengan baik sumber-sumber pokok beserta ushul (metode) dan furu' (silsilah)nya. Kemudian, penting untuk diselidiki apakah para sahabat, tabi'in dan mujtahid atau tokoh-tokoh besar seperti Imam Ghazali, Izzuddin bin Abdissalam, Syâtibi dan Bediuzzaman Said Nursi pernah mengatakan sesuatu mengenai hal ini, dan jika benar ada demikian maka pendapat dan pemikiran mereka harus dijadikan bahan referensi. Dalam hal ini, dapat dengan mudah dikatakan bahwa tanpa memiliki kualifikasi yang diinginkan, tanpa menyadari permasalahan yang disebutkan di atas, dan tanpa melakukan penelitian dan penyelidikan apapun terkait dengan hal tersebut, tidak seorang pun mempunyai atau berhak mengatakan, “Tidak apa-apa jika kita bertindak seperti ini dalam hal ini.” Ya, persoalan agama bukanlah persoalan yang boleh dibicarakan di depan umum. Apa yang Anda katakan harus sesuai dengan Al-Qur'an, Sunnah, dan disiplin-disiplin dasar. Ketika kesesuaian ini tercapai, maka dimungkinkan untuk mengatakan sesuatu yang baru mengenai beberapa persoalan yang terbuka untuk ijtihad pada waktu yang berbeda, tempat yang berbeda, dan situasi yang berbeda.
Ketika orang-orang yang ummi (buta huruf) seperti kita langsung berbicara secara terbuka tentang suatu permasalahan yang kita hadapi, tanpa mengandalkan pengetahuan yang kuat atau mengikuti prosedur atau metode apa pun, hal ini akan mengubah isu tersebut dari “hidayah” ilahi menjadi “hawa nafsu”. Sikap seperti ini berarti membentuk agama sesuai hawa nafsu dan keinginan diri sendiri. Tentu saja, dengan kesalahan seperti itu, manusia tidak akan pernah bisa mencapai Allah Ta'ala atau menunjukkan sikap pengabdian yang benar kepada-Nya.
______
Tulisan merupakan catatan dari penjelasan Hojaefendi berkaitan tentang "Khidmah dan Dasar-dasarnya."
Bandung, 6 Okt 2023
Komentar
Posting Komentar