Hijrah Ke Madinah
Ali ra Menggantikan Rasulullah Saw
Quraisy berencana membunuh Muhammad, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Medinah. Ketika itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika perintah dari Allah Swr datang supaya beliau haijrah, beliau meminta Abu Bakr supaya menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakr memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah b. Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan.
Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali b. Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.
Menjelang larut malam, Rasulullah Saw keluar tanpa setahu mereka. Bersama-sama dengan Abu Bakr beliau bertolak ke arah selatan menuju gua Thaur. Hanya empat orang yang tahu keberadaan beliau berdua, yaitu Abdullah b. Abu Bakr, Aisyah dan Asma (puteri-puteri Abu Bakr), serta pembantu mereka ‘Amir b. Fuhaira. Bila hari sudah sore Asma, datang membawakan makanan buat mereka. Abdullah setiap hari berada di tengah-tengah Quraisy untuk memantau perkembangan yang terjadi untuk disampaikan pada beliau pada malam harinya. ‘Amir tugasnya menggembalakan kambing Abu Bakr’, memerah susu dan menyiapkan daging. Apabila Abdullah b. Abi Bakr kembali dari tempat mereka bersembunyi di gua itu, datang ‘Amir mengikutinya dengan kambingnya guna menghapus jejaknya.
Sementara itu pihak Quraisy berusaha sungguh-sungguh mencari mereka. Pemuda-pemuda Quraisy membawa pedang dan tongkat sambil mondar-mandir mencari ke segenap penjuru. Ketika itu mereka bergerak menuju ke gua tempat sembunyi. Lalu orang-orang Quraisy itu datang menaiki gua itu, tapi kemudian ada yang turun lagi. “Kenapa kau tidak menjenguk ke dalam gua?” tanya kawan-kawannya. “Ada sarang laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir,” jawabnya. “Saya melihat ada dua ekor burung dara hutan di lubang gua itu. Jadi saya mengetahui tak ada orang di sana.”
Demikanlah, kalau saja mereka ada yang menengok ke bawah pasti akan melihat beliau berdua. Tetapi orang-orang Quraisy itu makin yakin bahwa dalam gua itu tak ada manusia tatkala dilihatnya ada cabang pohon yang terkulai di mulut gua. Tak ada jalan orang akan dapat masuk ke dalamnya tanpa menghalau dahan-dahan itu. Ketika itulah mereka lalu surut kembali. Rasulullah s.a.w. tinggal dalam gua selama tiga hari tiga malam. Tentang cerita gua ini dikisahkan dalam firman Allah Swt:
“Ingatlah tatkala orang-orang kafir (Quraisy) itu berkomplot membuat rencana terhadap kau, hendak menangkap kau, atau membunuh kau, atau mengusir kau. Mereka membuat rencana dan Allah membuat rencana pula. Allah adalah Perencana terbaik.” (Qur’an, 8: 30) “Kalau kamu tak dapat menolongnya, maka Allah juga Yang telah menolongnya tatkala dia diusir oleh orang-orang kafir (Quraisy). Dia salah seorang dari dua orang itu, ketika keduanya berada dalam gua. Waktu itu ia berkata kepada temannya itu: ‘Jangan bersedih hati, Tuhan bersama kita!’ Maka Tuhan lalu memberikan ketenangan kepadanya dan dikuatkanNya dengan pasukan yang tidak kamu lihat. Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu juga yang rendah dan kalam Allah itulah yang tinggi. Dan Allah Maha Kuasa dan Bijaksana.” (Qur’an, 9: 40)
Pada hari ketiga, ketika keadaan sudah tenang, unta kedua orang itu didatangkan. Asma datang makanan. Dikisahkan, Asma merobek ikat pinggangnya lalu sebelahnya dipakai menggantungkan makanan dan yang sebelah lagi diikatkan, sehingga ia lalu diberi nama “dhat’n-nitaqain” (yang bersabuk dua). Mereka kemudian berangkat.
Karena mengetahui pihak Quraisy sangat gigih mencari mereka, maka perjalanan ke Yathrib itu mereka mengambil jalan yang tidak biasa ditempuh orang. Abdullah b. ‘Uraiqit – dari Banu Du’il – sebagai penunjuk jalan, membawa mereka ke arah selatan di bawahan Mekah, kemudian menuju Tihama di dekat pantai Laut Merah. Kedua orang itu beserta penunjuk jalannya sepanjang malam dan di waktu siang berada di atas kendaraan. Memang, Rasulullah Saw sendiri tidak pernah menyangsikan, bahwa Tuhan akan menolongnya, tetapi “jangan kamu mencampakkan diri ke dalam bencana.” Allah menolong hambaNya selama hamba menolong dirinya dan menolong sesamanya.
Suraqa
Ketika itu Quraisy mengadakan sayembara, barangsiapa bisa menyerahkan Muhammad akan diberi hadiah seratus ekor unta. Mereka sangat giat mencari Rasulullah Saw. Ketika terdengar kabar bahwa ada rombongan tiga orang sedang dalam perjalanan, mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Suraqa b. Malik b. Ju’syum, salah seorang dari Quraisy, juga ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tetapi ia ingin memperoleh hadiah seorang diri saja. Ia mengelabui orang-orang dengan mengatakan bahwa itu bukan Muhammad. Tetapi setelah itu ia segera pulang ke rumahnya. Dipacunya kudanya ke arah yang disebutkan tadi seorang diri.
Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar Nabi Saw hingga kudanya dua kali tersungkur ketika hendak mencapai Nabi. Tetapi melihat bahwa ia sudah hampir kedua orang itu, ia tetap memacu kudanya karena rasanya Muhammad sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu alamat buruk jika ia bersikeras mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:
“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi Saw, maka dikaburkan olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.
Selama tujuh hari terus-menerus rombongan Rasulullah Saw berjalan, mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir dengan perasaan kuatir. Hanya karena adanya iman kepada Allah Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Ketika sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Jarak mereka dengan Yathrib kini sudah dekati.
Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang hijrah Nabi dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Yathrib. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasulullah dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya.
Tersebarnya Islam di Yathrib dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelum hijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Yathrib biasa dipakai tempat buang air. Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.” Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi. Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, iapun masuk Islam.
Ketika rombongan Rasulullah Saw sampai di Quba’, mereka tinggal empat hari ia di sana dan membangun mesjid Quba’. Di tempat ini Ali b. Abi-Talib ra menyusul, setelah mengembalikan barang-barang amanat – yang dititipkan oleh rasulullah Saw – kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Ali ra menempuh perjalanannya ke Yathrib dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.
Demikanlah akhirnya rombongan Rasulullah selamat sampai Madinah. Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Medinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang. Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka.
Tetapi ia dengan halus meminta maaf kepada mereka. Kembali ia ke atas unta betinanya, dipasangnya tali keluannya, lalu ia berjalan melalui jalan-jalan di Yathrib, di tengah-tengah kaum Muslimin yang ramai menyambutnya dan memberikan jalan sepanjang jalan yang diliwatinya itu. Seluruh penduduk Yathrib, baik Yahudi maupun orang-orang pagan menyaksikan adanya hidup baru yang bersemarak dalam kota mereka itu, menyaksikan kehadiran Rasulullah Saw, seorang pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan Aus dan Khazraj, yang selama itu saling bermusuhan, dan saling berperang.
Sesampainya ke sebuah tempat penjemuran kurma kepunyaan dua orang anak yatim dari Banu’n-Najjar, unta itu berlutut (berhenti). Ketika itulah Rasul turun dari untanya dan bertanya: “Kepunyaan siapa tempat ini?” tanyanya. “Kepunyaan Sahl dan Suhail b. ‘Amr,” jawab Ma’adh b. ‘Afra’. Dia adalah wali kedua anak yatim itu. Ia akan membicarakan soal tersebut dengan kedua anak itu supaya mereka puas. Dimintanya kepada Muhammad supaya di tempat itu didirikan mesjid. Muhammad mengabulkan permintaan tersebut dan dimintanya pula supaya di tempat itu didirikan mesjid dan tempat-tinggalnya.
(Sumber: http://kisah.web.id )
Komentar
Posting Komentar