“Keluarga Kura-kura”
Alkisah, ada sekeluarga kura-kura yang hendak pergi bertamasya. Seperti yang kita kenal, kura-kura adalah binatang yang selalu lambat dalam semua hal. Untuk acara tamasya ini saja, mereka membutuhkan 7 tahun untuk membereskan segalanya. Walau akhirnya, keluarga kura-kura ini berhasil meninggalkan rumah untuk mencari tempat yang nyaman untuk bertamasya. Setelah berjalan selama 2 tahun, akhirnya mereka menemukan tempat yang cocok. Enam bulan kemudian, mereka lalu selesai membersihkan lokasi tamasya, membuka perbekalan dan menata tempat beristirahat. Ah, ternyata ada yang tertinggal. Keluarga itu lupa bahwa mereka tak membawa garam. Bagi keluarga kura-kura, bertamasya tanpa garam adalah sebuah malapetaka. Harus ada anggota keluarga yang mengambilnya di rumah.
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya terpilihlah si bungsu untuk mengambil garam di rumah. Sebab, si bungsu adalah kura-kura tercepat dari keluarga itu. Akan tetapi, walaupun terpilih sebagai kura-kura tergesit, si bungsu enggan melaksanakan tugasnya. Ia menggerutu sambil mengurung diri dalam tempurung. Setelah dibujuk, akhirnya si bungsu mau juga pergi, tapi dengan satu syarat: Tak ada yang boleh makan sebelum ia kembali. Keluarganya menyetujui, dan si bungsu pun pergi.
Tiga tahun berlalu dan si bungsu belum juga kembali. Lima tahun...enam tahun...akhirnya, di tahun ke tujuh kepergian si bungsu, si sulung tak tahan lagi untuk menyantap perbekalan yang telah disiapkan, Si sulung lalu berseru bahwa ia akan mulai makan, sambil membuka bungkusan makanannya. Pada saat itu, tiba-tiba si bungsu muncul dari balik pepohonan dan berteriak, "Ahaa....aku tahu kalian tak akan menungguku. Sekarang aku tak mau pulang untuk mengambil garam."
banyak dari kita yang sering menghabiskan waktu dengan menunggu orang melakukan apa yang kita inginkan. Kita selalu ingin, semua mengikuti cara pikir kita, pola pandang kita, dan gaya kita. Kita juga sering sibuk memikirkan tentang apa yang orang lain lakukan, padahal, kita sendiri tak melakukan apa-apa. Kita, seringkali sibuk dengan kesalahan orang lain, dan kerap menyalahkannya. Kita, tak jarang meremehkan kepercayaan yang diberikan orang lain, dan sering melupakannya. Kita sering menjadi si bungsu yang selalu curiga. Padahal, bukankah kita hidup tak sendiri, butuh orang lain, dan butuh pertolongan?
Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya terpilihlah si bungsu untuk mengambil garam di rumah. Sebab, si bungsu adalah kura-kura tercepat dari keluarga itu. Akan tetapi, walaupun terpilih sebagai kura-kura tergesit, si bungsu enggan melaksanakan tugasnya. Ia menggerutu sambil mengurung diri dalam tempurung. Setelah dibujuk, akhirnya si bungsu mau juga pergi, tapi dengan satu syarat: Tak ada yang boleh makan sebelum ia kembali. Keluarganya menyetujui, dan si bungsu pun pergi.
Tiga tahun berlalu dan si bungsu belum juga kembali. Lima tahun...enam tahun...akhirnya, di tahun ke tujuh kepergian si bungsu, si sulung tak tahan lagi untuk menyantap perbekalan yang telah disiapkan, Si sulung lalu berseru bahwa ia akan mulai makan, sambil membuka bungkusan makanannya. Pada saat itu, tiba-tiba si bungsu muncul dari balik pepohonan dan berteriak, "Ahaa....aku tahu kalian tak akan menungguku. Sekarang aku tak mau pulang untuk mengambil garam."
banyak dari kita yang sering menghabiskan waktu dengan menunggu orang melakukan apa yang kita inginkan. Kita selalu ingin, semua mengikuti cara pikir kita, pola pandang kita, dan gaya kita. Kita juga sering sibuk memikirkan tentang apa yang orang lain lakukan, padahal, kita sendiri tak melakukan apa-apa. Kita, seringkali sibuk dengan kesalahan orang lain, dan kerap menyalahkannya. Kita, tak jarang meremehkan kepercayaan yang diberikan orang lain, dan sering melupakannya. Kita sering menjadi si bungsu yang selalu curiga. Padahal, bukankah kita hidup tak sendiri, butuh orang lain, dan butuh pertolongan?
Dari : wikusama mailinglist
Komentar
Posting Komentar