Bertemu Orang Baik, Kahramanmaras (3)
Tidak
sesuai rencana. Pagi tadi kami berniat untuk menghadiri sebuah acara seminar di
Aula gedung Mehmet Akif Ersoy. Padahal judul seminar terlihat sangat menarik. Lebih
tepatnya saya yang tidak sengaja
membatalkan acara, sebab keterlambatan bangun. Maklum tadi malam habis lembur.
Ketika
saya bangun dan menyadari keterlambatan, tiba-tiba saya terpikir untuk mengganti
rencana. Dari yang tadinya berencana menghadiri seminar beralih kepada
mengunjungi masjid besar Abdul Hamid Han sekaligus melaksanakan sholat Jum’at
disana. Setelah sepakat, kamipun pergi bersama.
Masjid
besar Abdul Hamid Han adalah masjid terbesar ketiga di Turki. Dibangun sejak tahun
1993 oleh Sultan terakhir kerajaan Usmani, Abdul Hamid. Sebenarnya saya sudah
sering datang kemari, tapi untuk sholat Jum’at baru mendapat kesempatan hari
ini. Berbeda dengan Jejen, dia lebih sering datang kemari, termasuk untuk
sholat jum’at. Kalau si Syams, ini malah perjumpaan pertama dengan masjid besar
dan mewah ini, padahal sudah hampir setahun di Kahramanmaras.
Ceritanya,
kami datang terlambat. Bus yang kami tumpangi keliling kota dulu, baru setelah
keliling kami diturunkan tepat di depan pintu masuk masjid. Sedikit kesal,
namun tetap bersyukur. Azan kedua sedang berkumandang, kami segera mengambil
plastik dan memasukkan sepatu ke dalamnya. Lalu masuk ke dalam masjid dan
mencari tempat yang kosong.
Khutbah
kali ini berkaitan dengan bagaimana peran kita agar bisa menjaga generasi muda.
Baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Ada atmosfer
berbeda yang saya rasakan. Seketika tangan saya langsung meraih pulpen di saku
dan mulai menuliskan sesuatu dalam catatan kecil,“Hari ini, aku sholat jum’at di mesjid terbesar di Kahramanmaras. Ada atmosfer
yang berbeda daripada masjid lain. Andai setiap waktu bisa sholat disini.”
Sholat
jum’at usai. Para jamaah segera berdiri dan meninggalkan masjid. Ada sebagian
yang masih berada di dalam, melihat setiap sudut keindahan masjid. Kami masih
dalam keadaan duduk. Ada beberapa orang melihat ke arah kami dan menyapa dengan
doa, Allah kabul etsin, Hayırlı cumalar. Padahal mereka tidak
kami kenal. Saya duduk agak sedikit jauh dari Jejen dan Syams. Mereka didatangi
beberapa orang dan ketika saya lihat, mereka sedang ditanya dengan beberapa
pertanyaan. Maklum kita terlihat seperti orang asing, emang orang asing. Pertanyaan
mereka saya kira tentang dari mana asal, dst.
Ada
seorang yang sedikit terlihat botak menghampiri mereka. Ketika saya lihat,
bapak itupun terlihat sedang beramah tamah dengan mereka berdua—Jejen dan
Syams. Beberapa saat setelah itu, mereka memandang ke arahku. “Gel—Datanglah!” panggil orang itu
kepadaku. Sayapun datang, lalu kami berkenalan.
Nama
beliau Kazım, ternyata seorang polisi. Kami diajak ke rumah beliau untuk makan
siang. Heran. Kenal padahal baru saja. Eh, langsung diajak ke rumah dan akan dikasih
makan katanya. Setelah dipikir-pikir, di İndonesia belum pernah lihat orang
sebaik ini. Dia tahu aja, saya sedang lapar hehe. Eit, jangan-jangan kita akan
diculik. Mentang-mentang muka kami masih polos semua. Anehnya lagi, kami tak
bisa menolak ajakannya.
Kami
keluar dari masjid bersama. Ada seorang anak gadis kecil menghampiri pak Kazım
tadi. Ternyata beliau ke masjid bersama istri dan anak gadisnya. Ketakutan untuk
diculikpun berkurang. Terlebih lagi setelah dia bilang, “Harusnya, kalau ada
orang yang mengaku polisi itu, kita harus tanya idenditas kepolisiannya.” Kamipun
sedikit merasa malu, karena seenaknya aja mengatakan iya pada orang asing.
Mata
kami tertuju pada anak gadis umur empat tahun itu. Namanya Büşra, nama yang
cantik secantik yang memiliki nama. Büşra terlihat sangat manis, sayapun mulai
menggodanya dengan beberapa kata. Setiba di rumah pak Kazım, kami disambut
dengan hangat. Kami dipersilahkan memasuki ruang tamunya. Büşra terlihat sangat
sibuk menyambut kami. Anak gadis yang cerdas.
Tidak
hanya sekedar bertamu dan menyantap hidangan makanan. Ada banyak hal yang kami
bahas dalam acara ramah tamah. Kami saling berbagi informasi dan ilmu. Bapak Kazım
sangat ramah. Saking ramahnya beliau, tak terasa sudah tiga jam kami berada
disitu. Sebagian poin yang saya dapatkan dari perkataan pak kazım adalah, “Kita
sama-sama muslim, maka dari itu kita harus bisa menunjukkan kemusliman dengan
berbagai macam kebaikan layaknya Rasulullah (saw). Kalian datang ke Turki,
tidak semua orang itu baik, kalian harus bisa menyesuaikan diri.”
Ada
banyak nasehat dan pelajaran yang kami dapat. Saya sadar, İndonesia adalah
negara mayoritas muslim terbanyak di dunia. Namun yang mengerjakan kebaikan
seperti bapak Kazım ini mungkin hanya beberapa. Setidaknya ini adalah contoh
yang baik, saya berjanji suatu saat saya akan melakukan perlakuan yang baik
sebaik bapak kazım, kalau bisa lebih baik lagi. Amin.
Perjumpaan
dengan keluarga pak Kazım pun berakhir dengan sholat ashar berjamaah. Tidak ada
hari seindah hari ini di musim semi kali ini. Kehangatan tidak hanya terpancar
dari sinar mentari, namun juga ada dari hati orang-orang baik di sekitar kami. Terima
kasih pak Kazım. Semoga Allah membalas kebaikan bapak.
Kahramanmaraş
Turki, 17 Mei 2013
Komentar
Posting Komentar