KHUTBAH HARI RAYA IDUL ADHA 1401
KHUTBAH HARI RAYA IDUL ADHA 1401
Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Indonesia
KEIKHLASAN DAN PENGORBANAN
Di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Indonesia
KEIKHLASAN DAN PENGORBANAN
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر عدد ما ضحى العبد و نحر
الله أكبر عدد من حجّ البيت و اعتمر
الله أكبر عدد من ابتلى البلايا فصبر
الله أكبر عدد من أعطى العطايا فشكر
الله أكبر و كل ما سوى الله أصغر
الله أكبر و كلّ من يعاديه أبتر و أبسر
الله أكبر من أطاعه فقد عنى و اعتبر, فهو يظفر و يعمّر
الله أكبر و من عصاه فقد أبى و استكبر, فهو يخسر و يدمّر
الحمد لله الواحد القهّار الملك الجبّار العزيز الغفّار
و أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له شهادة تهدى إلى النور الأنور
و أشهد أنّ محمدا عبده و رسوله و حبيبه و خليله النّبيّ الأشرف الأخير
فصلّ اللّهم و سلّم عليه و على آله و صحبه و التابعين الّذين اتّبعوا الدين الأغرّ
أمّا بعد فيا عباد الله أوصيكم و إياي بتقوى الله
فإنّه خير زاد يتزوّد به المؤمن , و خير لباس يتزيّن به المسلم
فقال الله تعالى : "و لباس التقوى ذلك خير" (الأعرف : 26)
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia!
Kita sambut Hari Raya Idu-l-Adha ini dengan takbir, tahmid, dan istighfar memecahakan kesunyian malam yang indah. Kalimatu-t-tauhid kita kumandangkan, mengisi jiwa dan hati yang tulus ikhlas bersama gerimis malam dan embun pagi.
Pada tempat dan saatnyalah peristiwa-peristiwa dan hikmah Idu-l-Adha diuraikan dengan terperinci, detail, panjang, lebar, mencakup segala aspek-aspeknya.
Lebih-lebih di hadapan kaum muslimin yang berdatangan dari penduduk desa Gontor asli, maupun dari kampung-kampung sekitarnya, bersama pengemban amanat, pembawa misi ummat dari seluruh pelosok tanah air dan negara-negara lain, yang berdiri, ruku’, sujud bersama dan serentak dengan kekhusyu’an dan keikhlasan.
Namun mana bisa, dalam kesempatan yang sesingkat ini kami menghidangkan santapan mental, yang menghajatkan waktu beberapa hari, bahkan penataran-penataran beberapa minggu! Mana mungkin? Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar.
Sekurang-kurangnya, ada empat peristiwa besar yang ditilik atau dilihat dalam merayakan Hari Raya ini, jika kita menelitinya. Karena, barangkali tidaklah perlu dibesarkan, jika hari ini tidak mengandung empat peristiwa besar itu.
Yang pertama adalah kisah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, anak dan istrinya (Isma’il AS dan Siti Hajar) dalam mengarungi samudera hidup serta ujian-ujian yang tak habis-habisnya. Jiwa pengorbanan dan keikhlasan meresap dalam kehidupan mereka hingga tersingkirlah setan pembujuk, perayu profesional yang selalu ingin memalingkan menusia ke arah tidak taat dan tidak ikhlas. Pengorbananpun menghadapi tantangan.
Sejak Isma’il AS masih kecil hingga menjadi besar dan dewasa sampai datang ujian untuk memilih antara cinta anak dan cinta Allah, dengan kata lain antara tugas dan cinta. Sungguh penuh dengan ujian dan cobaan yang jauh lebih berat daripada penataran-penataran ataupun training-training yang diadakan di dunia ini. Keikhlasan kepada Allah di atas segala-galanya, tidak dibagi-bagi.
Yang kedua adalah syari’at manasik haji. Tidak kurang pentingnya, ia mendidik jiwa bersih, tidak ada rasa tinggi diri, feodalisme atau keningratan. Begitu suara penggilan haji datang, kaum muslimin tergugah untuk datang memenuhi panggilan itu. Jiwa, raga, harta dan keluarga ditinggalkan, entah apa yang akan terjadi nanti. Ikhlas berkorban dan mengorbankan semua. Tepat seperti sikap Nabi Ibrahim AS ketika melepaskan Isma’il AS dan Siti Hajar tanpa bekal.
Kita sambut Hari Raya Idu-l-Adha ini dengan takbir, tahmid, dan istighfar memecahakan kesunyian malam yang indah. Kalimatu-t-tauhid kita kumandangkan, mengisi jiwa dan hati yang tulus ikhlas bersama gerimis malam dan embun pagi.
Pada tempat dan saatnyalah peristiwa-peristiwa dan hikmah Idu-l-Adha diuraikan dengan terperinci, detail, panjang, lebar, mencakup segala aspek-aspeknya.
Lebih-lebih di hadapan kaum muslimin yang berdatangan dari penduduk desa Gontor asli, maupun dari kampung-kampung sekitarnya, bersama pengemban amanat, pembawa misi ummat dari seluruh pelosok tanah air dan negara-negara lain, yang berdiri, ruku’, sujud bersama dan serentak dengan kekhusyu’an dan keikhlasan.
Namun mana bisa, dalam kesempatan yang sesingkat ini kami menghidangkan santapan mental, yang menghajatkan waktu beberapa hari, bahkan penataran-penataran beberapa minggu! Mana mungkin? Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu Akbar.
Sekurang-kurangnya, ada empat peristiwa besar yang ditilik atau dilihat dalam merayakan Hari Raya ini, jika kita menelitinya. Karena, barangkali tidaklah perlu dibesarkan, jika hari ini tidak mengandung empat peristiwa besar itu.
Yang pertama adalah kisah Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, anak dan istrinya (Isma’il AS dan Siti Hajar) dalam mengarungi samudera hidup serta ujian-ujian yang tak habis-habisnya. Jiwa pengorbanan dan keikhlasan meresap dalam kehidupan mereka hingga tersingkirlah setan pembujuk, perayu profesional yang selalu ingin memalingkan menusia ke arah tidak taat dan tidak ikhlas. Pengorbananpun menghadapi tantangan.
Sejak Isma’il AS masih kecil hingga menjadi besar dan dewasa sampai datang ujian untuk memilih antara cinta anak dan cinta Allah, dengan kata lain antara tugas dan cinta. Sungguh penuh dengan ujian dan cobaan yang jauh lebih berat daripada penataran-penataran ataupun training-training yang diadakan di dunia ini. Keikhlasan kepada Allah di atas segala-galanya, tidak dibagi-bagi.
Yang kedua adalah syari’at manasik haji. Tidak kurang pentingnya, ia mendidik jiwa bersih, tidak ada rasa tinggi diri, feodalisme atau keningratan. Begitu suara penggilan haji datang, kaum muslimin tergugah untuk datang memenuhi panggilan itu. Jiwa, raga, harta dan keluarga ditinggalkan, entah apa yang akan terjadi nanti. Ikhlas berkorban dan mengorbankan semua. Tepat seperti sikap Nabi Ibrahim AS ketika melepaskan Isma’il AS dan Siti Hajar tanpa bekal.
ربّنا إنّي أسكنت من ذرّيّتي بواد غير ذي زرع عند بيتك المحرّم (ابراهيم : 37)
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menepatkan sebagian keturunanku, di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat Rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati” (Ibrahim : 37)
Ini perintah Allah meskipun penuh pengorbanan, demi Allah semata, harus dilaksanakan dengan penuh keikhlasan pula. Terusirlah egoime, anaaniyyah, terwujudlah rasa ukhuwwah Islamiyyah serta persamaan tingkatan dan persamaan perasaan kecil di hadapan Allah SWT dalam manasik ini. Kewarganegaraan larut dan lenyap, tinggal kalimat Tauhid dan tawakkal warganegara “Laa ilaaha Illa-llah”.
Yang ketiga adalah pengumandangan takbir. Mengumandangkan takbir berarti memperkuat rasa dan keyakinan serta pengakuan atas kebesaran Allah dan bahwa selain-Nya itu kecil, kerdil, remeh dan sepele. Oleh karenanya, secara otomatis harus mengakui dan meyakini bahwa pada sirinya itu tidak ada yang boleh dibanggakan dan disombong-sombongkan.
Hilanglah rasa tinggi diri, padahal hanya tempat berdiri dan berpijak saja yang tinggi. Tersingkirlah rasa besar padahal hanya sandarannya saja yang besar. Dengan demikian, terpakulah pada dirinya bahwa yang perlu diagungkan itu hanya Allah SWT saja. Bukan bintang di pundak, bukan jabatan, bukan harta, dan bukan kasta.
Dengan takbir, Mujahidin Afghanistan merontokkan kekuatan anti Tuhan Rusia. Seorang bapak bersama anaknya menyumbat kaca-kaca panser musuh. Ular-ular itu berperang melawan Agresi Rusia.
Yang keempat adalah menunaikan ibadah Qurban. Menunaikan Qurban dengan ikhlasa adalah realisasi dari asas dan dasar pribadi muslim, lebih-lebih setelah menerima ajaran/anjuran untuk itu. Kalau Nabi Ibrahim AS diuji untuk menyembelih anak kesayangannya, buah hatinya, maka kita diuji untuk mengorbankan satu ekor kambing , sapi dan lain sebagainya. Mana pantas kurang asinnya lauk-pauk, kurang pedasnya sambal dapat menggoda keikhlasan kita?
Menyembelih itu jika diniatkan sebagai pemberian untuk fakir miskin saja, maka si penyembelih sendiri tidak mengambil faedah spiritual dan ideal dalam menunaikannya. Rasa tinggi diri masih kuat. Riya’ masih menjadi sifatnya. Dalam hal ini, perlu ditumbuhkan rasa cinta berkorban baik moril maupun materiil pada setiap muslim, rasa solidaritas, tenggang rasa, moril materiil terhadap saudara-saudara seagama.
Demikian pula, qurban menjauhkan rasa bakhil-cethil, pelit medit serta tamak. Agar betul-betul mengerti bahwa harta itu hanayalah pinjaman yang sewaktu-waktu akan ditagih dan diambil kembali oleh pemiliknya. Pemberi tidak berhak merasa lebih daripada yang menerima. Ikhlas! Dalam segala hal, jika untuk Allah SWT segeralah mengatakan dalam hati, melaksanakan dalam tindakan riil, dan mendahulukan keikhlasan kepada Allah SWT.
Semua yang kita tunaikan demi Allah itu sebenarnya adalah untuk dikembalikan kepada kita sendiri. Allah Maha Kaya, Maha Besar, tidak menghajatkan ketaatan kita, demikian juga maksiat-maksiat manusia, tidak mengurangi kekuasaan dan kebesaran Allah, tidak mengurangi-Nya.
Memberikan sesuatu untuk Allah tidaklah menambah kekayaan Allah. Dan minta apa saja kepada-Nya tidaklah akan mengurangi kekayaan-Nya pula. Al-Hadits riwayat Muslim mengatakan sebagai berikut :
قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم فيما روي عن الله تبارك و تعالى :
"يا عبادي إنّكم لن تبلغوا ضرّي فتضرّوني , و لن تبلغوا نفعي فتنفعوني , يا عبادي لو أنّ أوّلكم و آخركم و إنسكم و جنّكم على أتقى قلب رجل واحد منكم ما زاد ذلك في ملك شيئا. يا عبادي لو أنّ أوّلكم و آخركم و إنسكم و جنّكم قاموا في صعيد واحد فسألوني لإأعطيت كلّ إنسان مسألته ما نقص ذلم ممّا عندي إلّا كما ينقص المخيط إذا أدخل البحر"
Artinya : Rasulullah SAW bersabda pada suatu hadits yang diriwayatkan dari Allah Yang Maha Agung :
Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu sekalian tak akan sampai untuk menimpakan suatu bahaya pada-Ku sehingga kamu sekalian berbuat sesuatu yang berbahaya kepada-Ku. Dan kamu sekalian tak akan sampai memberikan manfaat kepada-Ku sehingga kamu sekalian berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kamu sekalian dan ummat manusia serta jin di antara kamu sekalian dalam keadaan taqwa setaqwa-taqwa hati seseorang daripadamu, tidaklah hal itu akan menambah kekuasaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kamu dan ummat manusia serta jin di antara kamu sekalian dalam keadaan sejahat-jahat hati seseorang daripada kamu, hal itu taka akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kamu dan manusia serta jin di antara kamu sekalian berdiri di suatu padang kemudian meminta kepada-Ku, kemudian aku kabulkan permintaan tiap manusia itu, hal itu tidak akan mengurangi sedikitpun daripada milik-Ku kecuali ibarat jarum jika dimasukkan dalam laut. (H.R.Muslim)
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,
Marilah kita bertafakkur, mencari hikmah dan rahasia yang terkandung dalam Hari Raya yang kita rayakan dan hari besar yang kita besarkan ini. Karena Hari Raya ini adalah Hari Raya ummat Islam saja. Hari Raya ini adalah ummat Islam thok. Tidak berhak orang yang memeluk agama lain untuk berhari raya Idul Adaha ini. Boleh saja mereka ikut-ikut bergembira dengan cara mereka sendiri, namun tidaklah mereka berhak berhari raya.
Hari Raya Qurban pada tahun ini ditandai dan didahului dengan tewasnya Anwar Sadat, Presiden Mesir dalam upacara kenegaraan memperingati kemenangan Mesir atas Israel, 6 Oktober 1973. Perayaan besar-besaran bagi lawan politiknya, netralisasi hubungan Mesir-Israel.
Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu sekalian tak akan sampai untuk menimpakan suatu bahaya pada-Ku sehingga kamu sekalian berbuat sesuatu yang berbahaya kepada-Ku. Dan kamu sekalian tak akan sampai memberikan manfaat kepada-Ku sehingga kamu sekalian berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk-Ku. Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kamu sekalian dan ummat manusia serta jin di antara kamu sekalian dalam keadaan taqwa setaqwa-taqwa hati seseorang daripadamu, tidaklah hal itu akan menambah kekuasaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kamu dan ummat manusia serta jin di antara kamu sekalian dalam keadaan sejahat-jahat hati seseorang daripada kamu, hal itu taka akan mengurangi kekuasaan-Ku sedikitpun. Wahai hamba-hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kamu dan manusia serta jin di antara kamu sekalian berdiri di suatu padang kemudian meminta kepada-Ku, kemudian aku kabulkan permintaan tiap manusia itu, hal itu tidak akan mengurangi sedikitpun daripada milik-Ku kecuali ibarat jarum jika dimasukkan dalam laut. (H.R.Muslim)
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia,
Marilah kita bertafakkur, mencari hikmah dan rahasia yang terkandung dalam Hari Raya yang kita rayakan dan hari besar yang kita besarkan ini. Karena Hari Raya ini adalah Hari Raya ummat Islam saja. Hari Raya ini adalah ummat Islam thok. Tidak berhak orang yang memeluk agama lain untuk berhari raya Idul Adaha ini. Boleh saja mereka ikut-ikut bergembira dengan cara mereka sendiri, namun tidaklah mereka berhak berhari raya.
Hari Raya Qurban pada tahun ini ditandai dan didahului dengan tewasnya Anwar Sadat, Presiden Mesir dalam upacara kenegaraan memperingati kemenangan Mesir atas Israel, 6 Oktober 1973. Perayaan besar-besaran bagi lawan politiknya, netralisasi hubungan Mesir-Israel.
و لن ترضى عنك اليهود و لا النصارى حتّى تتّبع ملّتهم (البقرة : 120)
Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (Al-Baqoroh : 120)
SedangkanYahudi yang dahulu dengan Yahudi yang sekarang ini sama saja.
Beraneka ragam orang merayakan Hari Raya ini. Lain orang, lain pula cara merayakannya, sesuai denagn profesinya masing-masing. Pemimpin mempergunakan kesempatan ini untuk dengan mudah, praktis dan gratis mengerahkan masa demi kepentingan masing-masing, baik idenya maupun agamanya. Apalagi menjelang Pemilu dengan kursi-kursi empuk yang disediakan. Kita di sini sudah duduk di singgasana-singgasana ilmu yang lebih tinggi dan mulia.
Juru-juru potret, juru-juru kamera dan pers dikerahkan pula. Kameramen profesional mengabadikan tampang mereka dalam surat kabar dengan huruf besar-besar di halaman muka. Itu merayakan katanya. Sedangkan kita di sini memotret niat hati dan keikhlasan.
Kaum militer bersiap siaga menunaikan tugas dan penjagaan, mengamankan Khatib yang dianggap kurang sesuai dengan seleranya dan menjaga Khatib yang sengaja dipasang sebagai terompet. Ada yang diturunkan dari mimbar untuk dibereskan, ada yang dijaga baik-baik untuk disukseskan seperti yang terjadi di negeri-negeri Mesir, Libya, Syiria, dan lain-lain. Itu merayakan katanya. Kita di sini menyadarkan dan mengamankan jiwa yang penuh kekotoran.
Petani dan pekerja bekerja memeras keringat. Para usahawan meningkatkan produksinya, menaikturunkan haraga sesuai dengan nafsunya, membuka timbunan barang mereka selama beberapa bulan sebelumnya. Itu merayakan katanya. Tapi kita di sini meningkatkan isi dalam misi risalah kita.
Apakah masih ada Khatib yang ikut-ikut menaikturunkan tarifnya dangan dalih “merayakan”? Na’udzubillah. Bukanlah tugas kita untuk mengusut seseorang, itu tugas Malaikat yang mendampinginya. Tapi yang jelas bagi kita, bahwa mereka semua dapat kita golongkan menjadi empat golongan saja, yaitu kafirin, musyrikin, munafiqin, dan mu’minin (mukhlisin). Karena kita memang menilai semua orang dalam semua perbuatan-perbuatan di Hari Raya semacam ini.
SedangkanYahudi yang dahulu dengan Yahudi yang sekarang ini sama saja.
Beraneka ragam orang merayakan Hari Raya ini. Lain orang, lain pula cara merayakannya, sesuai denagn profesinya masing-masing. Pemimpin mempergunakan kesempatan ini untuk dengan mudah, praktis dan gratis mengerahkan masa demi kepentingan masing-masing, baik idenya maupun agamanya. Apalagi menjelang Pemilu dengan kursi-kursi empuk yang disediakan. Kita di sini sudah duduk di singgasana-singgasana ilmu yang lebih tinggi dan mulia.
Juru-juru potret, juru-juru kamera dan pers dikerahkan pula. Kameramen profesional mengabadikan tampang mereka dalam surat kabar dengan huruf besar-besar di halaman muka. Itu merayakan katanya. Sedangkan kita di sini memotret niat hati dan keikhlasan.
Kaum militer bersiap siaga menunaikan tugas dan penjagaan, mengamankan Khatib yang dianggap kurang sesuai dengan seleranya dan menjaga Khatib yang sengaja dipasang sebagai terompet. Ada yang diturunkan dari mimbar untuk dibereskan, ada yang dijaga baik-baik untuk disukseskan seperti yang terjadi di negeri-negeri Mesir, Libya, Syiria, dan lain-lain. Itu merayakan katanya. Kita di sini menyadarkan dan mengamankan jiwa yang penuh kekotoran.
Petani dan pekerja bekerja memeras keringat. Para usahawan meningkatkan produksinya, menaikturunkan haraga sesuai dengan nafsunya, membuka timbunan barang mereka selama beberapa bulan sebelumnya. Itu merayakan katanya. Tapi kita di sini meningkatkan isi dalam misi risalah kita.
Apakah masih ada Khatib yang ikut-ikut menaikturunkan tarifnya dangan dalih “merayakan”? Na’udzubillah. Bukanlah tugas kita untuk mengusut seseorang, itu tugas Malaikat yang mendampinginya. Tapi yang jelas bagi kita, bahwa mereka semua dapat kita golongkan menjadi empat golongan saja, yaitu kafirin, musyrikin, munafiqin, dan mu’minin (mukhlisin). Karena kita memang menilai semua orang dalam semua perbuatan-perbuatan di Hari Raya semacam ini.
فمن الناس من يقول ربّنا آتنا في الدنيا و ما له في الآخرة من خلاق . و منهم من يقول ربّنا آتنا في الدنيا حسنة و في الآخرة حسنة و قنا عذاب النار (البقرة : 200-201)
Artinya: Maka ada di antara manusia yang mendo’a : “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia.” Dan tidaklah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada yang mendo’a : “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Al-Baqoroh : 200-201)
Pengertian ibadah rutin saja banyak yang didangkalkan. Shalat umpamanya, hanya sebagai pembacaan japa-mantera dalam bersemedi atau upacara ceremonial yang kosong dan tropos. Tidak memperbaiki perilaku yang mengerjakannya. Puasa hanya ibarat libur makan minum, diganti dengan maksiat-maksiat besar dan kecil, kosong dari arti pendekatan, pengabdian, dan penyadaran pendidikan pribadi dan kepribadian. Zakat, masiha da yang menganggap sebagai pemberian si kaya kepada si miskin justru membuat jarak dan membuka jurang perbedaan tingkatan-tingkatan sesama manusia, kasta dalam harta. Haji, masih ada yang menganggap sebagai perjalanan penebusan dosa, pensucian diri, persis seperti penganut Hindu bertamasya, mandi di air sungai Gangga.
Di mana arti ibadah, pembentukan diri dan keikhlasan? Padahal semua bentuk ibadah itu adalah sekolah, perguruan, balai pendidikan yang komplit dan sempurna bagai yang berakal sempurna dan mau berfikir secara sempurna pula dan seksama, apalagi Balai Pendidikan Idul Adha ini.
Meninggalkan keluarga dan rumah tangga harus didasari atas keikhlasan untuk Allah dengan menuntut ilmu hingga sewaktu-waktu Tuhan memanggil, keikhlasan tetap menjadi dasar yang kuat dan kokoh dalam menuntut ilmu itu.
Dalam menuntut ilmu di Balai Pendidikan manapun, harus dibekali dengan keikhlasan apalagi dalam beribadah mengabdi dan berbakti. Menuntut ilmu bukan untuk kejayaan maupun untuk kekayaan, bukan untuk ijazah, tetapi untuk ibadah. Demikian juga dalam bertani, berdagang dan berusaha haruslah dengan niat ibadah yang ikhlas.
Pengertian ibadah rutin saja banyak yang didangkalkan. Shalat umpamanya, hanya sebagai pembacaan japa-mantera dalam bersemedi atau upacara ceremonial yang kosong dan tropos. Tidak memperbaiki perilaku yang mengerjakannya. Puasa hanya ibarat libur makan minum, diganti dengan maksiat-maksiat besar dan kecil, kosong dari arti pendekatan, pengabdian, dan penyadaran pendidikan pribadi dan kepribadian. Zakat, masiha da yang menganggap sebagai pemberian si kaya kepada si miskin justru membuat jarak dan membuka jurang perbedaan tingkatan-tingkatan sesama manusia, kasta dalam harta. Haji, masih ada yang menganggap sebagai perjalanan penebusan dosa, pensucian diri, persis seperti penganut Hindu bertamasya, mandi di air sungai Gangga.
Di mana arti ibadah, pembentukan diri dan keikhlasan? Padahal semua bentuk ibadah itu adalah sekolah, perguruan, balai pendidikan yang komplit dan sempurna bagai yang berakal sempurna dan mau berfikir secara sempurna pula dan seksama, apalagi Balai Pendidikan Idul Adha ini.
Meninggalkan keluarga dan rumah tangga harus didasari atas keikhlasan untuk Allah dengan menuntut ilmu hingga sewaktu-waktu Tuhan memanggil, keikhlasan tetap menjadi dasar yang kuat dan kokoh dalam menuntut ilmu itu.
Dalam menuntut ilmu di Balai Pendidikan manapun, harus dibekali dengan keikhlasan apalagi dalam beribadah mengabdi dan berbakti. Menuntut ilmu bukan untuk kejayaan maupun untuk kekayaan, bukan untuk ijazah, tetapi untuk ibadah. Demikian juga dalam bertani, berdagang dan berusaha haruslah dengan niat ibadah yang ikhlas.
و ما أمروا إلّا ليعبدوا الله مخلصين له الدين (البيّنة : 5)
Artinya: Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk mengabdi dengan ikhlas kepada Allah SWT dalam menjalankan agama. (Al-Bayyinah : 5)
Mari kita menghitung-hitung hasil perdagangan jiwa raga kita terhadap Allah SWT. Sudah pantaskah kita menerima imbalan pahala dari Allah? Mana amal ketaatan, pengorbanan, keikhlasan dan pengabdian kita?
Hidup di dunia ini hanya sekali, mempertaruhkan jiwa raga pasrah kepada Allah. Benarkah kita mengikhlaskan pengabdian untuk Allah sesuai dengan tuntutan-Nya seperti yang difirmankan :
Mari kita menghitung-hitung hasil perdagangan jiwa raga kita terhadap Allah SWT. Sudah pantaskah kita menerima imbalan pahala dari Allah? Mana amal ketaatan, pengorbanan, keikhlasan dan pengabdian kita?
Hidup di dunia ini hanya sekali, mempertaruhkan jiwa raga pasrah kepada Allah. Benarkah kita mengikhlaskan pengabdian untuk Allah sesuai dengan tuntutan-Nya seperti yang difirmankan :
و ما خلقت الجنّ و الإنس إلّا ليعبدون (الذّرّيّات : 56)
Artinya: Dan Kami ciptakan jin dan manusia hanya untuk menyembah, mengabdi, dan berbakti kepada-Ku. (Adz-Dzariyyat : 56)
Pernahkah kita merubah niat, cara dan tujuan selain dari Allah? Tidak pernahkah kita mengganti kata-kata : سبيل ربّك yang maksudnya : ke jalan Tuhanmu, dengan kata-kata : سبيل نفسك, حزبك, قومك, وطنك, مذهبك, رأيك yang artinya : ke jalan pribadimu, ke jalan partaimu, suku bangsamu, negaramu, aliranmu, pendapatmu, dan seterusnya, dan seterusnya. Sudah pantaskah kita mengaku-ngaku sebagai ummat Nabi Muhammad, ummat Nabi Ibrahim, ummat Nabi Isma’il (alaihimussalam)?
Menjelmakah ajaran-ajaran persamaan, ukhuwwah, keikhlasan dengan persatuan tujuan itu dalam sikap dan sifat kita dalam menghadapi problema hidup serta pengorbanan dunia? Konsisten dan tetapkah meresapnya takbir mengagungkan Allah dan mengecilkan selain-Nya dalam darah daging kita hingga mampu mengangkat kita lebih dari sebelumnya? Adakah rasa cinta berkorban, sikap soldaritas, tenggang rasa dan kasih sayang sesama muslim merasuk, menancap dalam hati dan diterjemahkan dalam perbuatan riil? Ataukah sifat bakhil, tamak dan rakus tetap menguasai segala perilaku kehidupan kita? Jawabnya, ada semua dalam lubuk hati kita, para jama’ah ‘Ied ini.
Kerugian dan penyesalan pasti menimpa pada siapa saja yang tertutup dan sengaja menutupi kata hati nuraninya atau menipu dirinya sendiri. Nyatanya, penyelewengan demi penyelewengan dari pengertian ajaran Islam terjadi dalam peristiwa-peristiwa akhir-akhir ini. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Lantas apa yang kita persembahkan kepada Allah?
Sungguh tidak mustahil dan bahkan mungkin sekali bahwa malam ini, sore ini, siang ini, atau bahkan seturun Khatib dari mimbar ini, seribu, dua ribu, tiga ribu ummat Islam yang berada di tempat yang berbahagia ini dicabut nyawanya, dicukupkan ajalnya oleh Allah. Itu mungkin sekali.
Maka, bekal apa untuk Allah yang menjadikan kita dan meminjami nyawa itu? Satu contoh kecil saja, bolehkah kita renungkan : Andaikata tiap-tiap orang ini mengikhlaskan sepuluh persen dari uang bulanannya, ditabung tiap bulan, diikhlaskan untuk menyembelih qurban, maka minimal ratusan kambing atau sapi dapat diqurbankan. Tapi, terjadikah itu? Barangkali ada yang menyeletuk : “Apa boleh buat, sudah terlambat”. Kita harus menjawab : “Masih boleh buat, belum terlambat. Coba kalau sekarang berbuat!” Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Pernahkah kita merubah niat, cara dan tujuan selain dari Allah? Tidak pernahkah kita mengganti kata-kata : سبيل ربّك yang maksudnya : ke jalan Tuhanmu, dengan kata-kata : سبيل نفسك, حزبك, قومك, وطنك, مذهبك, رأيك yang artinya : ke jalan pribadimu, ke jalan partaimu, suku bangsamu, negaramu, aliranmu, pendapatmu, dan seterusnya, dan seterusnya. Sudah pantaskah kita mengaku-ngaku sebagai ummat Nabi Muhammad, ummat Nabi Ibrahim, ummat Nabi Isma’il (alaihimussalam)?
Menjelmakah ajaran-ajaran persamaan, ukhuwwah, keikhlasan dengan persatuan tujuan itu dalam sikap dan sifat kita dalam menghadapi problema hidup serta pengorbanan dunia? Konsisten dan tetapkah meresapnya takbir mengagungkan Allah dan mengecilkan selain-Nya dalam darah daging kita hingga mampu mengangkat kita lebih dari sebelumnya? Adakah rasa cinta berkorban, sikap soldaritas, tenggang rasa dan kasih sayang sesama muslim merasuk, menancap dalam hati dan diterjemahkan dalam perbuatan riil? Ataukah sifat bakhil, tamak dan rakus tetap menguasai segala perilaku kehidupan kita? Jawabnya, ada semua dalam lubuk hati kita, para jama’ah ‘Ied ini.
Kerugian dan penyesalan pasti menimpa pada siapa saja yang tertutup dan sengaja menutupi kata hati nuraninya atau menipu dirinya sendiri. Nyatanya, penyelewengan demi penyelewengan dari pengertian ajaran Islam terjadi dalam peristiwa-peristiwa akhir-akhir ini. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.
Lantas apa yang kita persembahkan kepada Allah?
Sungguh tidak mustahil dan bahkan mungkin sekali bahwa malam ini, sore ini, siang ini, atau bahkan seturun Khatib dari mimbar ini, seribu, dua ribu, tiga ribu ummat Islam yang berada di tempat yang berbahagia ini dicabut nyawanya, dicukupkan ajalnya oleh Allah. Itu mungkin sekali.
Maka, bekal apa untuk Allah yang menjadikan kita dan meminjami nyawa itu? Satu contoh kecil saja, bolehkah kita renungkan : Andaikata tiap-tiap orang ini mengikhlaskan sepuluh persen dari uang bulanannya, ditabung tiap bulan, diikhlaskan untuk menyembelih qurban, maka minimal ratusan kambing atau sapi dapat diqurbankan. Tapi, terjadikah itu? Barangkali ada yang menyeletuk : “Apa boleh buat, sudah terlambat”. Kita harus menjawab : “Masih boleh buat, belum terlambat. Coba kalau sekarang berbuat!” Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم .
يآ أيّها الّذين آمنوا اتّقوا الله و لتنظر نفس ما قدّمت لغد و اتّقوا الله إنّ الله خبير بما تعملون . و لا تكونوا كالّذين نسوا الله فأنساهم أنفسهم أولئك هم الفاسقون . لا يستوي أصحاب النار و أصحاب الجنّة , أصحاب الجنّة هم الفائزون . اللّهمّ انفعنا بهدى كتابه , و اجعلنا ممّن يستمعون القول فيتّبعون أحسنه . أقول قولي هذا و أستغفر الله لي و لكم و لسائر المسلمين من كلّ ذنب فاستغفروه إنّه هو الغفور الرحيم .
الخطبة الثانية
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر كلّما هلّل مهلّل و دبر , الله أكبر تاب تائب و استغفر
الله أكبر عدد الجان و البشر , الله أكبر عدد من يبعث في المحشر
الله أكبر كبيرا و الحمد لله كثيرا , و سبحان الله بكرة و أصيلا
لا إله إلّا الله و لا نعبد إلّا إيّاه مخلصين له الدين , و لو كره الكافرون
لا إله إلّا الله وحده صدق وعده و نصر عبده و أعزّ جنده و هزم الأحزاب وحده
لا إله إلّا الله و الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
الحمد لله الذي خلق فقدّ , الحمد لله الذي ربّى و دبّر
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له عالم المستور و ما يجهر
و أشهد أنّ محمدا عبده و رسوله صاحب الوجه الأنور و الحبيب الأزهر
اللّهم صلّّّ و سلّم عليه و على آله و صحبه و التابعين الأبرار
أيّها المسلمون و المسلمات , أوصيكم و إيّاي أن اتّقوا الله , اتّقوا الله ثمّ اتّقوا الله ,
و يا إخواني في الله , إنّكم لم تتركوا سدى , و أنّ مع اليوم غدا و أنّ بعد المعاش معادا , فأعدّوا له زادا ,
و يا إخواني , الحذر الحذر , و البدار البدار , من الدنيا و مكائدها , و ما نصبت لكم من مصادرها . أ لا و أنّ الّذي بدأ الخلق عليها , يحيي العظام رميما . اتّقوا الله , و توبوا إليه و استغفروه , و لا تزكّوا إلى الّذين ظلموا فتمسّكم النار , و لا تلهكم أموالكم و لا أولادكم عن ذكر الله , و تصدّقوا و أنفقوا قبل الوقوف بين يدي الله .
روى مسلم في صحيحه عن أبي موسى الأشعري رضي الله عنه عن النبيّ صلّى الله عليه و سلّم : ليأتينّ على الناس زمان يطوف الرجل فيه بالصدقة من الذهب ثمّ لا يجد أحدا يأخذها منه .
فلا تتردّدوا في الصدقات فتؤخّرها حتّى يستغني الناس عن قلوبها لقرب يوم القيامة و أخلصوا دينكم في السرّ و العلن , فإنّ الله معكم أينما كنتم , و الإخلاص هو الشرط الوحيد الموصل إلى ثواب الله .
و صلّوا على نبيّكم , فإنّ من صلّى عليه مرّة صلّى الله عليه بها عشرا . و قال جلّ من قائل : إنّ الله و ملائكته يصلّون على النبي يآ أيّها الّذين آمنوا صلّوا عليه و سلّموا تسليما .
اللّهم صلّّّ و سلّم عليه و على آله و صحبه أجمعين . الّلهمّ اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الأحياء منهم و الأموات إنّك سميع قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات .
( Sumber : Catatan FB Beliau KH. Hasan Abdullah Sahal )
Komentar
Posting Komentar