Keinginan Tanpa Batas
Menjelang
petang hari ini aku pergi ke sebuah asrama tempat dimana teman sekelasku
tinggal. Letaknya tidak terlalu jauh
dari kediamanku. Sekitar 3 jam lebih aku berada disana. Belajar bersama tentang
salah satu materi kuliah yang akan diujikan di awal semester ini. Setelah selesai
aku pun pulang, temanku mengantarkanku hingga pertigaan terdekat dengan
rumahku. Sembari berjalan obrolan-obrolan
kecil pun mengiringi perjalanan kami.
“Enak ya tinggal di asrama. Suasananya
tenang dan bisa lebih konsentrasi belajar. Lebih bebas. Tidak seperti di rumah
pelajar yang banyak urusan,”ucapku padanya dengan
bahasa yang ringan.
Rumah
pelajar adalah rumah yang didiami pelajar di Turki pada umumnya. Sebutan rumah
pelajar tidak sering diucapkan, lebih populernya disebut dengan “rumah jamaah”. Yaitu rumah-rumah yang
dikelola oleh jamaah-jamaah tertentu dan disediakan untuk pelajar-pelajar
universitas atau tingkatan sekolah di bawahnya. Setiap jamaah mempunyai
peraturan yang berbeda-beda, ada yang ketat ada yang longgar peraturannya. Kadang
beberapa jamaah tertentu memberikan tanggung jawab khusus pada setiap pelajar di rumah-rumah. Tanggung
jawab itulah yang kadang menyulitkan seorang pelajar atau bisa dibilang
membebani.
“Tidak juga. Di rumah pelajar malah
lebih bagus. Kamu tidak hanya berurusan dengan belajar. Tapi ada tanggung jawab
lain yang bisa membimbing kamu di masa depan nanti. Tentunya itu sangat
penting. İya, disini mungkin terlihat bisa belajar dengan baik dan tenang. Buktinya
aku malah tidak bisa belajar dan banyak waktu kosong yang terbuang sia-sia,” jawabnya
menenangkanku.
“Kadang aku berpikir untuk keluar
dari asrama dan pindah ke rumah pelajar,” tambahnya.
“Aku malah ingin pindah ke asrama
agar bisa fokus belajar dan terbebas dari semua tanggung jawab ini,”
ucapku.
Akhirnya
kami sedikit berdiskusi lebih dalam tentang pembicaraan kami ini. Lalu di akhir
diskusi kami menyimpulkan bahwa manusia itu mempunyai keinginan tanpa batas. Mereka
yang tinggal di dalam ingin keluar dan yang di luar ingin ke dalam. Seperti kami
yang tinggal di asrama ingin ke rumah dan yang tinggal di rumah ingin ke
asrama. Sebenarnya setiap tempat memiliki kelebihan tersendiri, juga memiliki
kekurangan tersendiri. Tidak ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya
milik-Nya. Maka tidak perlu kita melebih-lebihkan atau mengurang-ngurangkan. Cukuplah
kita menguasai keinginan kita dan memanfaatkan apa yang kita punya dengan
sebaik-baiknya. Keinginan tanpa batas
seperti ini adalah ulah nafsu yang tidak terkontrol. Nafsu selalu meminta
lebih, tidak pernah puas dengan yang ada. Selalu saja ada yang diminta, entah
sampai mana ujungnya.
Kalau
kita kembali melihat waktu di belakang, bagaimana kehidupan Rasulullah yang
sebenarnya. Alangkah tentramnya hidup Rasulullah (saw), hidup dengan kesyukuran
dan Qanaah. Merasa cukup dengan yang ada, tidak meminta yang lebih. Meminta atau
berkeinginan lebih hanya menyusahkan hati. Karena ketika mendapatkan apa yang
kita pinta, setelahnya akan ada lagi sesuatu lain yang akan dipinta. Permintaan
atau keinginan seperti itu akan selalu ada. Bahkan sampai-sampai melupakan kita
untuk berpikir apakah kita butuh sesuatu ini atau tidak. Beda halnya ketika kita
sudah merasa cukup, maka akan timbul rasa syukur, tidak menginginkan yang lebih lagi.
Dalam
hal lain, kenapa kita selalu melihat mereka yang berada di atas kita? Padahal kita
tahu itu hanya akan memanasi nafsu kita untuk meminta atau berkeinginan lebih,
merasa tidak puas. Kenapa kita tidak melihat mereka yang berada di bawah kita
saja. Justru ketika melihat mereka yang di bawah kita, kita menjadi bersyukur
dan merasakan bahwa saat ini kita sedang diberi lebih. Akhirnya, tangan kita
pun menjadi ringan untuk memberi, berbagi kepada mereka yang membutuhkan akan kelebihan
kita. Pada dasarnya berkeinginan itu fitrah manusia. Kita tidak dilarang untuk
berkeinginan. Namun yang perlu kita lakukan adalah membatasi keinginan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan kita.
Kahramanmaras
Turki, 19 Nov 2013
Komentar
Posting Komentar