Taqlid, Kebiasaan Seorang Anak


Setiap kita pasti pernah merasakan menjadi seorang anak yang menggemaskan. Kemana-mana digendong dan disayang, membuat bahagia semua orang. Begitulah anak. Anak ketika bayi menjadi hiasan, ketika kecil menjadi hiburan, dan ketika besar menjadi harapan.

Anak kecil yang terlahir ke dunia ini layaknya sebuah kertas putih kosong yang baru keluar dari percetakan. Ketika dia lahir maka orang tualah yang membuatnya berwarna dan bertulisan. Orang tua kita seorang muslim, dengan otomatis kita juga ikut menjadi muslim. Pernah tatkala aku perhatikan tingkah laku seorang anak kecil yang begitu menggemaskan. Dia meniru gaya ayahnya, mencoba baju yang biasa dipakai ayahnya, berbicara layaknya ibunya, dan seterusnya.

Taqlid adalah kebiasan meniru tanpa harus tahu apa yang ditiru. Kejadian meniru itu terjadi saja sebab ketertarikan untuk menirunya. Semua anak kecil pernah melakukan ini. Maka benar adanya jika madrasah pertama untuk seorang anak adalah rumah. Kedua orang tua dan saudara-saudara merupakan guru yang akan mengajarkan segalanya kepada seorang anak. Anak masih belum mengerti tentang mana yang baik dan mana yang buruk. Dia hanya bisa meniru hal-hal yang disukainya. Tentunya dari yang dilihatnya, didengarnya, dan dirasakannya.

Ketika kita menjadi seorang ayah dan melihat anak kita yang berteriak lalu mengeluarkan kata-kata tidak senonoh, jangan salahkan ia. Karena kemungkinan besar dia belajar dari kata-kata yang keluar dari mulut kita. “Like father, like son.” Begitu kata pepatah. Buah tidak akan jauh dari pada pohonnya. Kata pepatah Indonesia.

Peran media akhir-akhir ini sangatlah mendominasi. Apalagi anak-anak yang sangat tertarik dengan acara-acara televise, permainan game computer, dan media lainnya. Lingkungan juga berpengaruh terhadap taqlidnya seorang anak. Kesalahan orang tua yang lengah dengan membebaskan anak menguasai media hiburan kadang menjadi salah satu penyebab kesalahan ajaran yang anak dapatkan. Meski orang tuanya pun sudah memberikan teladan. Jadi sebagai orang tua tidak cukup hanya memberikan teladan saja, namun perlu juga memantau lingkungan sekitar anak. Ada yang bilang, lingkungan adalah guru kedua bagi seorang anak. Lingkungan yang baik menjadikan anak kita menjadi baik dan begitu pula sebaliknya.  

Yuk kita jaga generasi penerus bangsa dan agama kita!

Kahramanmaras Turkey,  20 september 2012

Komentar

Postingan Populer