Wanita dan Angkutan Umum
Alhamdulillah
kuucapkan berkali-kali. Kemaren ketika aku mengendarai bus angkutan umum menuju
kampung halaman nenek, aku diingatkan dengan suatu kejadian. Bus yang kunaiki
adalah bus kecil, jelek, full AC alami, dan bau. Kernetnya dua, supirnya satu,
dan penumpangnya overload. Bus ini aku naiki sambil berdiri selama dua jam
menuju kampung halaman. Jalannya maknyos, sangat menggoncangkan dunia.
Sampai-sampai bumi pun retak.
Di tengah
perjalanan sepasang suami istri masuk diiringi dua anak kecil ke dalam bus. Seorang
bayi kecil berada dalam dekapan erat sang ibu. Ibu dari dua anak kecil yang
menaiki bus tadi juga. Sang kernet berteriak acuh, seakan seluruh penumpang
tiada beda. Suaranya parau dan sangat jelek, menambah buruk suasana bus yang
kutumpangi. Tampak tidak ada yang menawarkan ibu dan bayi tadi tempat duduk.
Andai aku memiliki tempat duduk, pasti sudah aku persilahkan ibu tadi, pikirku
dalam hati waktu itu. Sayangnya aku juga berdiri. Padahal di samping ibu tadi
ada pemuda gagah yang duduk manis memandang ke depan. Seolah dia tidak melihat
ibu tadi. Entah dia memang tidak melihat atau pura-pura tidak melihat. Sangat
disesalkan.
Ibu, orang
nomer satu yang harus kita sayangi. Kasih sayangnya kepada kita membuatnya
layak untuk mendapatkan kursi mulia setinggi-tingginya. Rasululllah
meletakkannya dalam urutan satu, dua, dan tiga baru kemudian ayah di urutan
keempat.
Melihat
kejadian di bus tadi, apakah begitu memperlakukan ibu? Berbakti kepada orang
tua adalah keharusan. Namun tidak hanya kepada kedua orang tua kita saja, orang
tua yang lain juga orang tua. Ibu orang lain juga ibu kita. Jadi sudah
selayaknya kita menghormati jasa ibu-ibu. Aku teringat sekali ketika masih di
tahun pertama berkenalan di Negara Turki. Di setiap bus yang aku tumpangi, aku
selalu melihat anak muda mempersilahkan seorang ibu atau bapak yang sudah tua
untuk duduk. Kulihat wajah anak muda itu dan wajahnya terlihat begitu ikhlas.
Seakan dia mempersilahkan ibu dan bapaknya sendiri. Aku pun terharu dan iri,
akhirnya aku tiru kebaikan ini. Kadang ketika kumelihat seorang ibu masuk bus dan
tampak tidak ada kursi kosong, aku segera
berdiri lalu bergegas mempersilahkannya. Terlihat begitu indah.
Ternyata para
ibu dan wanita begitu mulia di masyarakat Turki. Tidak hanya ibu-ibu saja yang
dipersilahkan terlebih dahulu. Jika ada wanita muda, maka laki-laki yang duduk
pun bergegas berdiri lalu mempersilahkan. Aku yakin Indonesia juga begitu,
cuman tidak banyak. Mungkin juga langka sekali.
Pernah temanku
bercerita, ketika dia beserta rombongan anak Indonesia menumpangi bus umum di
salah satu kota di Turki. Waktu itu bertepatan dengan pulangnya anak-anak dari
sekolahan. Ketika melihat anak-anak Indonesia yang berdiri, salah satu anak
sekolahan Turki yang duduk tiba-tiba berdiri menghampiri. Lalu berkata kepada
temanku, “Silahkan kalian duduk di tempat kami, ini sebagai bukti kami
menghormati tamu yang datang di Negara kami.” Temanku menolak halus tetapi
akhirnya mereka terpaksa duduk oleh niat mereka yang tulus. Kejadian seperti
ini pun kerap terjadi kepadaku di dalam angkutan umum. Sangat mengharukan.
Kembali ke
dalam bus tadi. Di bawah terik panas matahari yang begitu menyengat, tiba-tiba
sang supir berhenti. Ternyata seorang nenek tua telah melambaikan tangannya
menghentikan bus tadi. Namun bus berhenti agak jauh dari nenek itu berdiri.
Sang kernet lalu berteriak, “Ayo cepat-cepat mbah!!!” Seketika nenek itupun
berlari sekuat tenaga. Ketika sudah sampai di dalam bus, nenek pun tersenyum
senang. Lalu dia ikut berdiri diantara orang-orang yang berdiri. Tidak ada satu
pun yang menawarkan tempat duduk kepadanya. Hatiku panas sepanas udara di siang
itu. Apa daya, aku pun terhimpit di sebuah sudut dengan penumpang yang
overload. Beginikah masyarakat kita memuliakan ibu dan wanita?
Alhamdullillah,
di tengah perjalanan sang ibu dan bayi tadi dipersilahkan untuk duduk. Setelah
sang kernet berteriak kepada salah satu penumpang yang memberinya tempat duduk.
Sepertinya terlambat, ibu tadi sudah terlihat sangat lelah berdiri menggendong
bayi sambil berpegangan kursi besi. Dan nenek tadi tetap berdiri sampai
tujuannya yang jauh tercapai.
Sragen, 26
agustus 2012
Komentar
Posting Komentar