Hidangan Berbuka dan Puasa (Bag. 4)
Ada banyak hal aneh yang kurasakan dari kebiasaanku
akhir-akhir ini. Kadang aku sendiri tanpa sadar melakukan hal-hal itu. Aku
sering membuka dinding Fb-nya, berharap ada kata-kata baru yang dia untaikan,
mungkin dia menulis pesan isyarat kepadaku. Aku sering membuka akun Whatsapp
dan mengikuti pergantian foto-fotonya,
juga tulisan-tulisan statusnya. Apakah ini yang dinamakan rindu?
Subhanallah! Sudah hampir empat bulan aku berpuasa
tanpa berbuka. Lapar itu kian terasa, namun aku tidak akan berbuka sebegitu
mudahnya, sebelum waktu berbuka tiba dan adzan (baca; panggilan) berbuka telah
berkumandang. Aku kembali merenungkan kebiasaanku akhir-akhir ini. Apa boleh
seorang yang berpuasa memandangi makanan-makanan lezat tanpa harus memakannya?
Lapar ketika berpuasa itu wajar, sebaliknya kenyang tatkala berpuasa itu hayal. Biarlah makanan yang tampak lezat itu tetap
disitu. Jika memang sudah nasibku berbuka dengan makanan itu, pasti makanan itu tidak akan pergi. Kadang
memang aku harus memandangnya, tapi hanya sekedar mengingatkan kalau menu buka
puasaku sudah siap saji. Namun, jika suatu saat nanti aku melihatnya tak di
tempatnya lagi, akankah aku mencari makanan berbuka yang lain lagi?
Memang nikmat puasa itu terasa tatkala berbuka.
Namun bukan berarti aku harus memikirkan menu buka setiap kali. Puasa adalah
sebuah ibadah. Jika hanya berisi lapar, buka, dan kenyang saja apakah masih
berupa ibadah?
Puasa yang kujalani ini adalah puasa menahan diri,
sama dengan arti dari kata ‘puasa’ itu sendiri. Berbeda dengan puasa pada
umumnya yang berarti menahan diri dari makan dan minum, serta menghindari
hal-hal yang bisa membatalkan puasa, dimulai dari terbit fajar sadiq hingga
terbenamnya matahari. Sedangkan puasa yang kujalani adalah puasa seorang
perjaka, yaitu menahan diri dari hawa nafsu, juga menjaganya agar terkontrol
dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa, dimulai dari keinginan untuk
berpasangan hingga nanti datang waktu pernikahan. Entah ada berapa orang yang
menjalani puasa seperti yang aku lakukan, atau mungkin hanya akukah
satu-satunya orang yang aktif berpuasa bentuk ini?
Aku sedang berfikir bagaimana puasaku ini bisa
berkah dan mendapatkan ridho dari Sang Kuasa. Aku telah salah langkah dengan
melakukan hubungan gelap di luar nikah. Namun kini kesadaran telah menjadi awal
dari kegiatan berpuasa ini. Berharap, semoga inilah cara yang tepat aku menjaga
diriku dan dirinya dari dosa.
Aku teringat dengan metode penilaian lembar ujian
matematika di pesantren dulu. Pertanyaan soal matematika berbentuk klasik
(Esai), bukan pilihan ganda. Setiap langkah dari perhitungan mendapatkan poin
nilai tersendiri, hingga nanti menemukan hasil yang tepat. Jawaban yang tepat
dari sebuah soal bukan jaminan untuk mendapatkan poin nilai yang penuh tanpa
langkah-langkah yang tepat. Mungkin langkah bisa tepat, namun jawaban bisa
meleset. Karena ada sedikit kesalahan yang ditemukan di salah satu langkah.
Sama halnya dengan berpuasa, tenggelamnya matahari bukanlah pertanda kita telah
mendapatkan pahala penuh berpuasa. Semua bentuk kegiatan dan kelakuan sejak
puasa dimulai hingga usai adalah langkah-langkah untuk menyempurnakan pahala
puasa. Namun, poin nilai puasa tidak pasti seperti halnya matematika. Semakin
baik langkah yang ditempuh, maka semakin tinggi pula poin nilai dari puasa
tersebut.
Tentang menu berbuka puasa tidak usah dikhawatirkan.
Nilai dari puasa itu sendiri yang akan menentukan lezat atau tidaknya menu
berbuka puasa. Puasa yang kosong, hanya berisi lapar dan haus, lalu berbuka
dengan makanan yang tampak lezat hanya sebuah hal biasa. Jika ingin hal yang
luar biasa, maka puasa harus berisi, tidak hanya lapar dan haus saja. Itulah
motifasiku giat berpuasa.
Aku merasakan ketidaksendirian. Ada keyakinan dan
kepercayaan dalam diriku bahwa dia juga sedang berpuasa layaknya aku. Entah itu
benar atau tidak, yang jelas kata hatiku berkata demikian dan berprasangka
baik. Semoga puasa kami diterima oleh yang Kuasa.
Petikan dari sebuah
Novel yang belum dimulai dan belum tahu kapan selesai, “Uskudar, Bukan Sekedar Cinta” Oleh AAAA.
A4, Kahramanmaras Turki, 27 April 2014
Komentar
Posting Komentar