Mengajar Tanpa Menyakiti
Suatu hari Sayyidina Hasan dan Husein bermain di
sekitar Masjid Nabawi. Ketika mendengar Bilal mengumandangkan adzan dengan
suaranya yang menentramkan hati mereka beristirahat sejenak dari permainan
mereka. Setelahnya, mereka bergegas mengambil air wudhu dan berniat ikut
berbaris di saf dalam Masjid.
Suara air yang mengalir dari pancuran-pancuran yang
di dekat tempat mereka bermain seakan sedang memberikan salam kepada mereka. Ketika
mereka hendak memulai mengambil air wudhu, seorang orang tua datang di samping
mereka. Siapa yang tahu kalau orang tua itu adalah seseorang yang baru saja
masuk Islam, ataupun mungkin saja dia seorang Badui yang baru datang ke Madinah
dari gurun pasir selama berbulan-bulan. Dia sedang berusaha mengambil air wudhu
secara susah dan payah, sekehendak dirinya sendiri.
Dua cucu Rasulullah memperhatikan apa yang dilakukan
orang tua itu. Mereka adalah cucu Rasulullah yang tidak pernah melukai,
menyakiti, ataupun mengolok-olok siapapun di dalam masyarakat maupun mereka
sendiri. Oleh karenanya orang tua itu sedang membutuh pelajaran bagaimana
mengambil air wudhu yang benar tanpa harus memadamkan api shalat yang membara di
hati orang tua itu.
Dua cucu Rasulullah yang telah mendapatkan pelajaran
adab dari semulia-mulia manusia Rasulullah (saw), tidak akan pernah menyakiti
seorang mukmin. Kepadanya, “Paman, ini bentuk berwudhu semacam apa, apakah
wudhu bisa diambil dengan cara begitu?” mereka tidak akan mengatakan seperti
itu. Lalu setelahnya Sayyidina Hasan mengedipkan mata kepada saudaranya dan
berkata hingga orang tua Badui itu mendengar:
“Wahai saudaraku! Sudah berapa lama kita tidak
saling mengontrol cara mengambil wudhu kita masing-masing. Mungkin saja kita
salah dalam mengambil air wudhu. Coba perhatikan aku mengambil wudhu, jika ada
salah dan kekurangan, maukah kau menegurku?”katanya.
Ketika memahami apa yang dimaksudkan oleh kakak yang
dia cintai ini wajahnya berubah terang seperti bulan. Sambil melihat kakaknya:
“Baiklah Kakakku, ambillah air wudhu, aku
memperhatikanmu. Setelahnya giliran aku yang mengambil air wudhu dan kau bisa
memperhatikanku.”
Orang tua badui yang mendengarkan pembicaraan dengan
telinganya sambil mengambil air wudhu dia juga memandangi mereka berdua.
Sayyidina Hasan mengambil wudhu dengan beradab dan sangat hormat. Orang tua
badui itu kini lebih memperhatikan lagi. Ketika sedang membasuh kaki kiri yang
terakhir, saudaranya berkata kepada Sayyidina Hasan:
“MasyaAllah, kau berwudhu dengan benar sekali, tanpa
ada kekurangan sedikit pun. Sekarang giliranku, coba kau perhatikan.” Dia pun
mengambil wudhu sebagaimana kakaknya. Orang tua badui yang memperhatikan dari
tadi sadar bahwa seorang yang tidak bisa berwudhu adalah dirinya. Namun cucu-cucu
Rasulullah yang hebat telah menunjukkan bagaimana cara mengambil air wudhu yang
benar dengan gerakan-gerakan mereka tanpa menyakiti hati orang tua itu.
Kedua mata orang tua badui itu meneteskan awan basah
dan kemudian kata-kata ini jatuh dari lidahnya:
“Wahai cucu-cucu Rasulullah! Betapa kalian memiliki
adab yang mulia. Semoga Allah meridhoi kalian. Kalian telah menunjukkan yang
benar kepadaku dengan gerakan yang indah. Sebenarnya yang tidak bisa mengambil
air wudhu adalah aku. Seorang yang tua sepertiku apalah lagi yang diingini dari
Allah. Kalian telah memberikanku satu pelajaran dengan sikap kalian yang luar
biasa.”
Tidakkah mengajar tanpa menyakiti itu indah?
NB: Ringkasan dari buku Niçin İbadet Etmeliyiz halaman 76-78
Kahramanmaras Turki, 02 April 2014
Komentar
Posting Komentar