Apakah Mukmin? Atau Munafik?
Apakah kata-kata,
"Aku tidak pernah berbohong", "Aku orang yang tepat janji",
"Percayakan amanahmu kepadaku!"
yang ada dalam perkataan kita ini telah benar-benar tulus? Apakah ada
pengecualian atas semua itu di dalam kehidupan kita?
"Tanda-tanda orang Munafik ada tiga: Ketika berbicara dia
berbohong, ketika berjanji dia tidak menepati, ketika diberikan amanah dia
berkhianat." Rasulullah (saw)
telah mengatakan hal ini dalam sebuah hadits. Dengan demikian, beliau telah
menunjukkan batas-batas yang membedakan antara orang Mukmin dan Munafik kepada
kita, ummat beliau. Alhamdulillah,
kita semua adalah orang Muslim, hati kita bersih! Kita tidak dapat mengatakan
'husss' kepada ayam orang lain, kita menyukai semua ciptaan Allah. İya, semua
itu adalah sifat alami orang Muslim, akan tetapi adakah tanda-tanda kemunafikan
dalam diri yang tidak kita perhatikan?
Apakah kita memiliki 'kebohongan
putih*' atau
adakah janji yang terlupa setelah kita berikan? Untuk mendapatkan jawaban atas
semua pertanyaan ini, kami ingin memperdalam tanda-tanda orang Munafik yang
terdapat dalam hadits di atas.
Apakah ada hitam-putih kebohongan?
Berbohong akan
mendorong manusia untuk selalu berbohong lagi dan lagi. Ketika kita berdusta
dan berdusta lagi untuk menutupi atau memperkuat kebohongan yang telah kita
perbuat, -Maadzallah- mungkin akan menjadikan kebenaran di dalam dunia ruh kita
tidak tersisa lagi. Apalagi kebohongan putih yang tidak kita pedulikan dan
tidak dianggap sebagai kebohongan, seiring berjalannya waktu mungkin akan
mewarnai hati kita dengan warna hitam yang terus membesar seperti sebuah
longsoran salju. Misalnya, ketika kita berkata kepada anak, "Jika kau
tidak mencuci tangan, maka hantu akan datang dan menakutimu" dan hantu
tidak datang saat anak tidak mencuci tangannya, maka kita membutuhkan sebuah
kebohongan yang lain untuk melanjutkan 'kebohongan putih' kita. Padahal kita
mengucapkan kebohongan itu untuk kebaikannya (!)
Ketika berkata jujur
telah menjadi karakter pun, kadang kita juga berbohong secara tidak langsung. Ustadz Fethullah Gulen menyampaikan contoh ini
tentang kesensitifan dan keseimbangan: "Anggap saja ada tiga menit lagi hingga
pukul sembilan. Pada waktu itu seseorang bertanya kepadamu jam berapa. Kau pun
berkata, "Jam sembilan", ini pun adalah sebuah kebohongan. Yang benar
adalah berapapun jam kamu menunjukkan waktu, maka persis seperti itu pula yang
harus kau katakan."
Namun begitu, meskipun
itu adalah perilaku atau niat baik, melebih-lebihkan sesuatu pun termasuk dalam
kebohongan 'dzimni' (tersembunyi,
tertutup). Misalnya, perkataan, "Orang itu telah melalui semua malamnya
dengan ibadah" untuk membuat orang-orang meniru dengan memberikan contoh
seseorang yang menunaikan shalat tahajjud, adalah termasuk dalam pintu
kebohongan yang tersembunyi.
Beliau menunggu seseorang yang berjanji akan datang
selama 3 hari
Batalkanlah janji,
pada waktu kita telah berjanji untuk sebuah tugas atau pekerjaan dan kita tidak
dapat menepatinya, mari kita teliti lagi kehidupan kita hingga keterlambatan
kita pada sebuah janji pertemuan dengan teman atau kenalan kita sekalipun. Mukmin
yang makna sebenarnya
'perkataannya dipercaya, seseorang yang
mendapatkan kepercayaan' harus menepati janjinya. Karena kita mencontoh Rasulullah (saw). Suatu ketika Rasulullah melakukan jual beli
dengan Abdullah bin Abil Amsa dan orang ini berkata, "Tunggu aku
disini" kepada beliau. Rasulullah (saw) telah menunggu Abdullah yang lupa
dengan janjinya tepat selama tiga hari. Ketika Abdullah mengingat apa yang
terjadi dan tiga hari kemudian datang kesana, Rasulullah hanya berkata,
"Sejak tiga hari aku duduk dan menunggumu." Karena 'Muhammad Al-Amin'
berarti menepati janji meski apapun yang terjadi.
Bukan hanya Rasulullah
saja, ada juga kenangan dari leluhur kita
(orang Turki) dalam hal ketepatan janji. Mehmet Akif
Ersoy (Penyair Turki pembuat lagu kebangsaan Turki 'Istiklal') telah membuat
janji dengan temannya untuk bertemu. Namun hari itu hujan begitu deras, teman
Akif berfikir bahwa dia tidak mungkin datang karena cuaca buruk ini dan dia pun
pergi ke tetangganya. Akif telah sampai di rumah temannya dengan basah kuyup,
padahal temannya tidak ada di rumahnya. Pelayan yang membukakan pintu
mengatakan bahwa tuan rumahnya tidak di rumah dan mempersilahkan Akif untuk
memasuki rumah. Namun Akif yang mendapatkan perlakuan janji yang tidak
ditepati, hanya mengucapkan salam dan kembali pulang.
Apakah kita menyadari hal yang dipercayakan atas kita?
Bahkan kita sangat
hati-hati ketika membuka lembaran buku yang diamanahkan kepada kita. Kita pun
menjaga sebuah barang pinjaman dengan penuh perhatian agar tidak rusak. Namun
sering kali kita lupa bahwa tubuh kita pun adalah sebuah amanah. Ketika kita
memandang komputer atau televisi terus menerus, sebenarnya apakah kita telah
menggunakan amanah kita sebagaimana mestinya? Atau ketika para perokok memilih
untuk mati secara perlahan-lahan, apakah mereka ingat bahwa jantung adalah
amanah? Bahkan ketika kita menggunakan akal dan keinginan yang dianugerahkan
oleh Allah kepada kita, kadang kita pun lupa dengan tujuan aslinya.
Allah Ta'ala telah
menjelaskan bagaimana dan di jalan mana kita harus menggunakan nikmat-nikmat
yang telah diberikan sebagai amanah kepada kita dalam Al-Qur'an secara jelas
persis seperti sebuah buku panduan pemakaian. Orang yang menghianati amanah
adalah orang dhalim, dalam Kalamullah, "Sesungguhnya Kami telah
mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu. Dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan
amat bodoh (dalam menjaga hak amanah ini)," (Surat Al-Ahdzab, 72)
telah dijelaskan. Bersamaan dengan segi ini, amanah memiliki sebuah dimensi
yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial. Ketika kita mengambil sebuah tanggung
jawab dan tidak mengerjakannya, maka kita dianggap telah berhianat kepada
amanah kita. Oleh karena itu, sejak awal kita tidak perlu menerima pekerjaan
yang memang kita tidak mampu mengerjakannya. Jika orang yang memberi tanggung
jawab ini tidak memberikan kepada ahlinya, maka diapun telah berhianat kepada
amanah itu.
Ciri-ciri orang Mukmin
dan Munafik
Ketika Imam Ghazali
menjelaskan kemunafikan dalam karyanya "Kasyful Qulub", dia
membahas hal berikut ini untuk perbandingan antara Mukmin dan Munafik:
"Mata (perhatian)
seorang Mukmin ada pada shalat dan puasa. Adapun mata orang Munafik tertuju
pada hal-hal (yang ada pada hewan) seperti makanan, minuman, dan usaha menjauhi
ibadah dan shalat.
Ketika tangan
(kemampuan) seorang Mukmin telah ada, dia akan bersedekah. Dia selalu memohon
ampunan atas dosa-dosanya kepada Allah. Sedangkan orang Munafik hanya mengejar
khayalan nafsu dan kekosongan.
Harapan seorang Mukmin
hanya ada pada Allah Ta'ala. Adapun harapan orang Munafik bergantung pada semua
hal selain Allah Ta'ala.
Mukmin rela
mengorbanan harta bendanya demi agama. Adapun Munafik menjual agamanya demi
harta benda.
Mukmin tidak akan
takut pada siapapun kecuali Allah Ta'ala. Adapun Munafik takut pada semua orang
kecuali Allah.
Mukmin menangis
bersamaan dengan mengerjakan kebaikan. Adapun Munafik tertawa padahal melakukan
keburukan.
Mukmin suka menyendiri
dan berada dalam kesepian. Adapun Munafik menyukai keramaian dan selalu ikut
campur urusan orang.
Mukmin itu penanam benih (pembuat dan produsen), tidak suka dengan
keanarkian. Adapun orang Munafik adalah perusak, juga suka mencari produk yang
didapat tanpa usaha.
Mukmin memberikan
perintah dan melarang sesuai dengan prinsip agama, dia adalah seorang muslih (suka memperbaiki). Adapun orang Munafik memerintah dan melarang
sesuai dengan hawa nafsu dan seenaknya sendiri, dia adalah seorang perusak.
Lebih tepatnya, dia memerintahkan kepada keburukan dan melarang kebaikan dan
kebenaran. h.cetinkaya@zaman.com.tr
*Idiom Bahasa Turki, bermakna kebohongan yang diucapkan agar tidak
membuat sedih atau membahayakan orang lain.
Istanbul Turki, A4, 15/10/15
Diterjemahkan oleh Al-Akh Abdul Aziz, dari majalah
Yeni Bahar berjudul “Mu’min mi? Munafik mi?”. (http://yenibahar.zaman.com.tr/toplum/Mumin-MI-munafik-mi_544165)
Komentar
Posting Komentar