"Dia mencintai Allah dan rasulNya..."



        Dalam kitab-kitab hadits, diriwayatkan beberapa peristiwa yang menunjukkan bahwa cinta, perhatian pribadi, dan hubungan terhadap Allah dan Rasul-Nya pun sangatlah berharga. Salah satunya sebagai berikut;
        Setelah miras diharamkan, seorang sahabat yang tidak bisa membedakan antara miras, arak, dan lainnya, serta tidak bisa menghilangkan kecanduan terhadapnya. Dia terkadang mengantuk sebab minum-minum hingga mabuk dan sering kali dia diperingatkan oleh Rasulullah. Suatu hari, sahabat itu dibawa ke hadapan Rasulullah karena kesalahan yang sama. Seseorang dari sahabat berkata, “Ya Allah, terkutuklah orang ini! Ini sudah yang keberapa kalinya dia dihukum karena dosa yang sama, tapi dia tidak bisa diislah juga.” Dia mendoakan keburukan kepadanya. Mendengar kata-kata ini, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Jangan melaknatnya. Aku bersumpah demi Allah bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati!” dan memerintahkan untuk berdoa, “Ya Allah, kasihanilah dia dan maafkan kelalaian dan kekurangannya!” HR Bukhari

        Artinya, mencintai Allah dan Rasul-Nya cukup berharga untuk bisa berkumpul bersama mereka sampai batas tertentu dan menerima keberkahan orang-orang beriman. Mengingat betapa besarnya tawajjuh yang diberikan pada perhatian pribadi dan kecil tersebut, maka dapat dilakukan juga evaluasi terhadap apa saja yang i'la'i kalimatullah anugerahkan kepada manusia. Karena menyebar dan pergi ke seluruh dunia dengan semilir cinta yang menyentuh jiwa dan berupaya mengukir nama Allah Ta'ala di hati dan kalbu adalah sebuah tanda kesetiaan dan kasih sayang yang berkali-kali lipat lebih tinggi dari hubungan yang bersifat individual dan sederhana. Oleh karena itu, nikmat yang diterima seseorang yang menempuh jalan ini akan jauh lebih besar daripada nikmat yang diberikan kepada seseorang yang hanya memiliki cinta juz'i (parsial). 

        Dalam hal ini, i'la'i kalimatullah sangatlah penting. Orang yang berjuang demi Allah Ta'ala, baik ia mati syahid di medan perang atau mengepakkan sayapnya di perhentian jalan mana pun dan terbang ke akhirat, dia pasti akan bertemu Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam keadaan suci dan memperoleh nikmat-Nya yang menakjubkan. Pemikiran dan harapan kita teruntuk para pejuang dedikasi masa kini juga demikian. Insya Allah jiwa-jiwa 1) yang rela berkorban dan tenggelam di rawa ketika berusaha menyelamatkan muridnya lalu wafat, 2) yang kembali ke rahmatullah sebagai orang asing di negeri asing akibat sebuah penyakit, atau 3) yang meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan juga akan mendapat balasan sesuai dengan keluasan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'ala.         
        Hojaefendi berkata, "Saya sangat percaya dan berharap demikian; Para pahlawan cinta ini, yang meninggalkan dekapan hangat ibu mereka demi keridhaan Ilahi, merindukan rumah bapaknya, terkadang rela berpisah dengan orang-orang tercinta dan anak-anaknya selama berbulan-bulan, serta menanggung berbagai kesulitan dan kekurangan, akan disambut dengan penuh kasih sayang dan mendapatkan berkah ilahi yang melampaui pemahaman manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan membahagiakan orang-orang suci ini, yang menanggung seribu satu kesulitan demi keridhaan-Nya, dengan nikmat yang sedemikian rupa sehingga mereka akan berkata dengan penuh kepuasan di hadapan setiap nikmat: “Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah memberikan kepada kami beberapa masalah di dunia, Engkau telah membuat kami mengalami beberapa macam kesulitan namun Engkau menjadikannya sarana dan wasilah bagi kami untuk melepaskan diri dari kesedihan, kekhawatiran, dan lereng-lereng curam disini, Engkau menyelamatkan kami dari kerugian abadi dan memperkaya kami dengan keberkahan abadiMu!”

        Ya, taubat, tajdidul iman (pembaharuan keimanan), ibadah dan ketaatan, kesabaran menghadapi musibah dan i'la'i kalimatullah... dalam semua ini, ada gelombang manifestasi rahmat Allah Ta'ala yang berbeda-beda. Wasilah-wasilah ini menyucikan manusia dari noda-noda manusiawi, sehingga membuatnya mendapatkan ma'iyyah Ilahi dan memberinya kelayakan untuk masuk Surga. Karena kesulitan-kesulitan yang dihadapi di jalan penghambaan menjadi titik yang akan membawa seseorang ke Surga, berjumpa dengan Jamalullah dan Ridwannya Allah. Oleh karena itu, kesulitan-kesulitan dalam menjalankan ibadah ini hendaknya tidak dianggap sebagai kesulitan yang besar. Di sini, untuk mencapai ma'iyyah (kebersamaan) dengan Allah dan Rasul-Nya, untuk mencapai uns billah (Kemampuan seseorang untuk menjauh dari maasiwaa (segala sesuatu selain Tuhan)), lalu di kemudian hari mendapatkan hak masuk ke dalam Surga, duduk di meja jamuan bersama Sultannya para Nabi, mengambil manfaat dari nikmat-nikmat yang dipersembahkan kepada beliau, dan terlebih lagi, memperoleh ru'yah (hak melihat jamalullah) dan keridhaan melebihi segala macam nikmat rahmatNya. Semua itu adalah nikmat yang besar, yang tidak dapat diperoleh meskipun diberi balasan seisi bumi dan langit sekalipun. Maka dari itu beberapa masalah duniawi hendaknya dianggap begitu kecil sehingga tidak layak untuk disebutkan. 

        Pada intinya, hendaknya seorang mukmin mengetahui bahwa setiap musibah yang menimpanya adalah akibat dari keburukan dan kesalahan yang dilakukannya, dan hendaknya menganggapnya sebagai sarana untuk memperluas wawasannya. Terlebih lagi, orang yang telah mengimani akhirat dan berada di garda depan dalam menjalankan keimanan, ia tidak boleh melupakan kehati-hatiannya agar tidak terjerumus ke dalam perangkap egois dan setan. Ia harus selalu khawatir bahwa ia mungkin saja menjadi "rajulul faajir" (orang berdosa) dan selalu meneguhkan agamanya. Karena ia masih berada dalam lingkaran shaleh ini, hendaknya ia dipenuhi dengan rasa puji dan syukur kepada Allah Ta'ala dan berusaha memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan penyucian yang diberikan kepadanya ini.


______ 

Tulisan merupakan catatan dari penjelasan Hojaefendi berkaitan tentang "Khidmah dan Dasar-dasarnya." 

Bandung, 20 Sep 2023

Komentar

Postingan Populer