Tujuan Khidmah: 2. Mengenalkan Allah dan Rasulullah




            Kita hanya memiliki satu tujuan, yaitu menyampaikan nama Allah Subhanahu Wa Ta'ala – sekali lagi demi ridha-Nya – sampai mendapat tempat di hati semua orang, dan memperdengarkan nama agung Nabi kita, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam di semua tempat. Selain itu, tidak ada pertimbangan lain yang menjadi perhatian kami. Kita menganggap salah dan keliru jika membicarakan hal-hal selain yang diridhai Allah Swt, dan jika kita sudah terlanjur membahasnya maka kita hentikan begitu kita menyadarinya dan kembali ke topik utama. Cara berpikir seperti ini tidak boleh dianggap sebagai sebuah sikap tertentu terhadap orang lain; Sebaliknya, hal ini harus dianggap sebagai bukti bahwa kita bertindak sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan.

        Batasan yang kita bicarakan di sini berkaitan dengan metode irsyad (bimbingan) dan tabligh (menyampaikan). Jika tidak maka ia bukan atas nama kebenaran dan hakikat yang akan disampaikan. Karena dalam hal ini tidak ada penentuan pembatasan. Misalnya ada yang  mengatakan, “Sejauh ini kebenaran-kebenaran ini telah diperkenalkan kepada umat manusia pada tingkat ini. Mulai sekarang, itu menjadi milikmu.” Jika kita diberitahu yang demikian, kita pun akan berusaha melakukannya dan kita tidak akan tinggal diam di sisa waktu dan berkata, "Apakah tidak ada tempat lain di luar perbatasan ini?" dan kita akan mencari alasan yang tepat agar suara kita didengar. Meskipun sebenarnya ini adalah satu hal yang tidak disukai, kita juga akan menunjukkan semangat kita dan mencoba menyampaikan inspirasi jiwa kita kepada orang lain. Karena ambisi ini bukanlah ambisi untuk mempersingkat waktu atau melakukan lebih banyak pekerjaan dalam waktu yang lebih singkat. Ini adalah ambisi untuk mengibarkan Nama Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam di mana-mana sebagaimana sebuah bendera.

        Pemikiran seperti ini sudah pernah disampaikan oleh Ustadz Badiuzzaman Said Nursi dalam bentuk benih di seratus tahun yang lalu. Yaitu, pertama dari sisi pendidikan, mulai melakukan perjalanan keilmuan yang sungguh-sungguh dan menyelamatkan umat manusia dari jahalah (kebodohan). Kedua dari sisi ekonomi, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan langkah-langkah ekonomi yang mendasar dalam rangka memerangi kemiskinan. Dan ketiga dari sisi menjadi solusi perpecahan, yaitu membentuk sebuah persatuan meski di tengah adanya perbedaan, paling tidak konflik akibat perbedaan itu tidak terjadi di tengah-tengah kita. Jadi benar, semua yang kita lakukan sekarang adalah berdasarkan pemikiran tersebut. Tentunya dasar pikiran kita adalah demi ridha Allah dan memastikan namaNya Subhanahu Wa Ta'ala bersinar di setiap penjuru. Selama kita bergerak dan bersikap seperti ini,  Allah Swt akan merangkul, mengangkat, dan melindungi kita semua.
  
       Kita tidak bisa berucap, “Bagaimana jika hanya ada satu atau dua orang saja yang tahu dan menerimanya?” Dalam mengemban tugas mulia ini, kita tidak perlu terlalu fokus pada apakah orang lain akan menerima apa yang kita sampaikan atau berapa banyakkah orang yang menerimanya. Yang kita kejar hanyalah cita-cita dan tujuan luhur yang kita tempatkan dalam impian kita, yaitu ridha Allah Swt semata. Bukan kuasa kita untuk memasuki hati orang lain dan membuat mereka menerimanya. Namun atas izin dan karunia Allah Subhanahu Wa Ta'ala, tetesan-tetesan air itu akan menyatu. Dan lama kelamaan berubah menjadi sungai, lalu air terjun. Sampai sekarang pun selalu berjalan seperti itu.

        Singkatnya, cita-cita terbesar kita dalam dedikasi yang kita lakukan sebagai sebuah khidmah dan pengabdian adalah jangan sampai ada hati yang tidak menggapai nama berkah Allah dan Nabi-Nya, baik dari bumi bahkan ke luar angkasa. Sebagaimana firman Allah Swt, “Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan (umat pilihan, terbaik, adil, dan seimbang, baik dalam keyakinan, pikiran, sikap, maupun perilaku.) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu..” (QS al-Baqarah (2): 143) bahwa orang-orang qudtsi (suci) yang menjadi unsur keseimbangan bumi, pemegang kekuasaan tertinggi dalam persoalan antar bangsa-bangsa, pelindung para mazlum (kaum tertindas) dan maghdur (para korban), akan menghidupkan kembali dunia untuk kedua kalinya. Mereka akan meletakkan tangga ke atas langit dan juga akan mencoba menjelaskan nama agung Allah Subhanahu Wa Ta'ala.


______

Tulisan merupakan catatan dari penjelasan Hojaefendi berkaitan tentang "Khidmah dan Dasar-dasarnya." 

Bandung, 11 Sep 2023

Komentar

Postingan Populer